Aku termenung sejenak. Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Andrea yang cukup rumit ini. Memang sih, aku sudah menyukai Delta sejak SMP. Karena kita tidak sengaja satu kelas saat SMP. Aku juga tau, kalau Delta sendiri incaran para perempuan.
“Hmm. Yaa. Aku sudah siap kok. Keputusanku sudah bulat untuk melakukannya” jawabku dengan yakin. Andrea hanya memandangiku seraya menyeruput es cokelatnya.
“Serius? Aku harap kamu bisa melakukannya tanpa gangguan” jawab Andrea pasrah, lalu melanjutkan menyeruput es cokelatnya.
“Kapan kamu mau confess ke Delta, Ka?” tanya Andrea lagi. Aku tersedak roti karena pertanyaan itu. Aku bergegas mengambil minumanku dan langsung meminumnya.
“Waktu hari valentine aja. Kalo diterima kan jadi terasa romantis” jawabku seraya tertawa. Andrea ikut tertawa karena mendengar jawabanku.
Artikel yang sesuai:
“Semoga beruntung, Ka. Lagian kan kamu cukup populer karena prestasi” ucap Andrea menyemangatiku.
“Hah? Apa hubungannya?” Celetuk ku seraya memukul tangan Andrea.
“Gatau, aku ngarang doang” jawab Andrea cukup singkat.
Setelah selesai makan dan berbincang-bincang bersama, kami memutuskan untuk kembali ke kelas. Aku menyanyi lagu yang tidak jelas sambil melompat lompat. Andrea hanya menutup telinganya dan tetap berjalan di belakangku.
“Lalalaaaaa… nananaaa…” aku bernyanyi sesuatu yang aneh dan tidak jelas di telinga Andrea.
“Bisa diam tidak?!” Kesal Andrea seraya menarik kerah belakang seragamku. Langkahku langsung terhenti seketika.
“Aku bakal diem kalo aku ditabrak Delta” ucap ku nyeleneh. Andrea hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku lanjut berjalan dan melompat lagi, tapi…
Bugh…
“Agh… Maaf aku sudah nabrak kamu- eh?!” Aku menabrak seseorang dan langsung meminta maaf tapi saat ku lihat wajahnya, ternyata yang aku tabrak adalah Delta. Delta langsung menangkapku yang setengah terjatuh layaknya seperti di drama korea romansa yang aku tonton biasanya.
“Eh, Aska? M-maaf” ucap Delta seraya membantu untuk berdiri tegak. Aku bisa merasakan rona merah di wajahku.
“Oh. Ya gapapa” jawabku cuek. Tapi di dalam hati sebenarnya meronta-ronta ingin melompat dari gedung pencakar langit.
Aku melamun sejenak menatap Delta yang masih memegang tanganku. Aku melihat ada sesuatu yang aneh dari tangannya. Di tangan kanannya, terdapat gelang hitam yang menandakan kalau dia sudah memiliki pacar. Seketika aku berkeringat dingin dan gemetaran. Aku benar-benar yakin sebelumnya gelang itu tidak ada di tangannya. Aku berusaha menyakinkan diriku kalau itu hanya aksesoris tambahan.