Tiba-tiba cermin itu mengeluarkan cahaya yang sangat terang.
Terik matahari menggerogoti kulit selama di perjalanan pulang sekolah. Bayanganku tampak jelas berada di depan mata. “Sial, panas sekali hari ini,” ucapku sambil menyeka keringat. Aku harus menahan teriknya matahari, apalagi perjalanan dari sekolah ke rumah yang cukup jauh.
Cerpen – Cermin Keberuntungan by Nur Hasanah
Dari ujung mata terlihat ada seseorang yang sedang berjalan menghampiriku. Silaunya mata membuatku tidak bisa melihat jelas siapa anak laki-laki itu. Ternyata itu adalah adikku, yang sama-sama baru pulang sekolah.
“Kenapa nggak naik sepeda sama temen?” tanyaku sambil menggandeng adik.
“Dia nggak masuk sekolah,” jawabnya.
Aku dan dia jarang pulang bersama, walaupun jalan yang dilalui sama. Sesampainya di rumah, aku bergegas untuk mengganti seragam yang sudah basah dengan keringat.
“Nak, ibu gak tega kalo kamu dan adik harus jalan kaki setiap pulang sekolah,” ucap ibu sambil menyiapkan makan siang.
“Ya mau gimana lagi Bu, aku gapapa, kok. Tapi kalo adik kasihan, dia masih SD.”
Sebelum bapak meninggal, aku dan adik selalu diantar jemput pakai motor. Akan tetapi, setelah bapak meninggal motor itu harus dijual untuk mencukupi kebutuhan kami. Jarum jam menunjukkan pukul 15.00.
Karena besok libur, aku ingin mengajak adik bermain sebentar di sungai dekat rumah. Aku menghampirinya yang sedang menonton televisi sambil berkata, “Dek, main ke sungai, yuk.” Awalnya dia tidak mau, tapi karena aku memaksa, akhirnya mau.
Kami berjalan menuju ke sungai, jaraknya tidak jauh dari rumah. Sesampainya di sungai, aku melihat ada perahu yang parkir di tepi sungai. “Naik itu, yuk,” ajakku sambil menunjuk ke arah perahu. “Ayo,” jawabnya dengan mata berbinar. Aku menggandengnya dan bergegas menaiki perahu itu.