Sebelum benar-benar pergi, aku menoleh ke arah apartemen itu.
Bulan November ketika langit sedang bersedih hingga air matanya jatuh ke bumi membasahi seluruh permukaannya. Aku sedang bermain di taman dengan jas hujan usang berwarna merah jambu.
Cerpen – Kesempatan by Yohanes Kurniawan
Saat sedang asik bermain air, dari kejauhan ada beberapa anak mengolok-olok jas hujan milikku, hanya karena warnanya identik dengan perempuan.
Beruntungnya mereka bisa memakai seragam sekolah. Sedangkan, aku harus mengumpulkan uang untuk menghalau rasa lapar setiap harinya.
Langit masih diselimuti gegana abu-abu, meskipun ia sudah tidak bersedih sejak beberapa saat yang lalu. Aku menghela nafas panjang lalu berjalan pulang dengan membawa sekotak pena yang masih utuh di saku celana.
Perasaan sedih mengalir di seluruh tubuhku. Hingga secara tidak sadar aku tertunduk. Telapak kakiku bisa merasakan langsung basahnya rerumputan di taman, juga kerasnya lantai trotoar.
“Hei! Aku mau beli pena!” teriak seseorang dari belakang.
Mendengar itu, seketika langkahku terhenti sejenak, kemudian menoleh ke belakang. Aku melihat seorang anak perempuan dengan jas hujan warna biru berlari ke arahku.
Tubuhku membatu dengan mulut sedikit menganga tidak percaya jika ada yang ingin membeli pena-penaku. Anak perempuan itu akhirnya sampai di hadapanku.
“Harganya berapa?” tanya anak itu dengan napas terengah-engah.
“Emm … harganya 30 sen. Kamu mau beli berapa?” tanyaku balik.
“Aku mau tiga,” jawabnya.
“Ini, ya, totalnya 90 sen,” ucapku seraya menyerahkan tiga pena kepadanya.