“Ya ampun… Ibu aku terlambat, keretaku sudah pergi .”
“Alarm sudah berbunyi dari jam 03.30 Tan, Ibu sudah coba bangunin kamu tapi kamu tidak bangun.”
Dengan tergesa-gesa, Intan segera beranjak dari tempat tidur, pergi ke kamar mandi, lalu bersiap untuk segera pergi. Untungnya, semalam Intan sudah mengemasi barang-barangnya, jadi Intan tidak khawatir akan ada barang yang tertinggal.
“Hoshhh… Hoshh… Hahh.. Hahhhh…”
Intan yang berlari dari pintu utama stasiun kereta hingga menuju loket pemesanan tiket, karena tiket online yang Intan pesan sudah tak bisa dijadwal ulang.
“Mbak.. Pesan tiket ke Gambir ya! argo Parahyangan tambahan kelas eksekutif. ”
“Boleh, tapi sudah tidak bisa pilih kursi ya kak, soalnya sudah penuh.”
“Iya gak apa-apa mbak, yang penting saya sampai di Jakarta sebelum jam 12.00 WIB.”
Akhirnya Intan mendapatkan tiket, walau pun dengan posisi kursi yang tidak diinginkannya, yaitu tidak dekat jendela. Maklum, Intan memiliki hobi melihat pemandangan, bagi Intan alam adalah sebagian dari hidupnya. Karena menurut Intan, mereka beruntung hidup di alam bebas, dan bisa menjadi saksi akan semua keindahan ciptaan-Nya.
Selama di dalam kereta, entah apa yang tersirat di pikiran Intan. Tanpa sadar Intan meneteskan air mata dan terisak, dadanya terasa sesak saat ia harus melihat kembali kota Jakarta. Jakarta bagi Intan adalah kenangan yang tak harus diingat, bahkan harus Intan kubur dalam-dalam karena begitu menyakitkan hingga saat ini.
Saat itu hujan sangat deras, selama perjalanan menuju Jakarta, Intan larut dalam lamunannya sambil memandangi jendela, yang tanpa sadar ada seorang pria disampingnya yang melihat Intan menangis sedari tadi.
Ditunggu next cerpennya ya tor, semangat.
Ini cerita ringan and relate sama hidupkan sehari-hari, jadi gak kerasa aja gitu pas baca tau-tau abis.