“Mbak… Maaf ini. ” Sambil memberikan sapu tangan miliknya
“Bersih kok, belum dipakai. ” Sambil tersenyum
Tanpa sadar Intan yang sedang larut dalam lamunannya diiringi derai air mata, tersadar karena pria di sampingnya itu.
“Oh iya..”
“Makasih mas, gak papa saya pakai?”
Artikel yang sesuai:
“Iya gak papa mbak, pakai aja buat mbak, hehehe.”
Saat Intan mengusap air matanya, tanpa sadar pria itu melontarkan kata-kata yang membuat Intan tersadar dari lamunannya.
“Mbak, kalau mau nangis lagi, nangis aja jangan ditahan! Saya akan pura-pura tidak meliat aja. Karena sejak dari Bandung, mbak terus melamun dan tiba-tiba menangis, saya jadi bingung. ” Sambil tersenyum dan menatap Intan dengan mata yang begitu teduh.
“Aduh maaf, masnya terganggu gara-gara saya ya.”
“Enggak kok, saya cuma kebingungan aja. Mbaknya duduk langsung melamun dan tiba-tiba nangis. ”
“Hehehe, iya tidak tau, berasa dihipnotis aja saat duduk di kereta. Terlalu banyak kenangan masa lalu. ”
“Maaf ya mas, malah jadi curcol, hehehe.”
Pria itu masih menatap Intan yang tak henti mengusap air matanya, padahal Intan tak terlihat sedang menangis tapi pipinya dibasahi air mata yang terus mengalir.
“Gak papa kok mbak, lagian saya juga sambil kerja kok.”
“Saya Intan.” Sambil menyodorkan tangannya
“Saya Prasetyo, panggil saya Pras aja.”
“Oh iya, Mas Pras… Salam kenal ya.”
Selama perjalanan, Intan larut dalam obrolan random bersama pria yang baru dikenalnya itu. Bertubuh gagah, parasnya tampan, tinggi nya sekitar 180 cm, berat badannya kira kira 70 kg. Rambut hitam, memakai topi baseball dengan pakaian serba hitam, tak lupa Hoodie dan kacamata yang ia kenakan membuat Intan yang tak henti menatapnya.