
“Aku khawatir kalau Miau sedang dalam bahaya. Kita harus menolongnya!” tegas Babaleno kembali.
Mama Poni tampak sedih. Wajahnya menunduk, dan tubuh gempalnya nyaris merebah. Sebagai ibu kucing, dia merasa khawatir akan keselamatan Miau yang usianya sama dengan anak-anaknya di kelahiran kedua ini.
“Lalu, apakah kita harus mencari Miau bersama-sama?” tanya kucing hitam yang suara meongnya terdengar berbisik mistis.
Memulai Misi Babaleno
“Ya, kita harus mencarinya. Mumpung belum terang. Ayo, kita cari di sekitaran komplek perumahan ini. Aku yakin sekali, kalau Miau tidak bermain jauh dari sini,” Babaleno memberikan intruksi kepada semuanya.
Tanpa bertanya lagi, mereka kompak berjalan rapi dengan Babaleno sebagai pemimpin di depan. Setelahnya ada Mama Poni, lalu si Hitam, dan dibelakangnya si kembar setengah berlari agar tidak tertinggal.
Artikel yang sesuai:
Si kembar yang termasuk kucing balita itu sudah paham akan arti kebersamaan. Si kembar termasuk kucing yang pintar bergaul, maka tak heran mereka bisa masuk dalam jajaran genk Kucing Kampung di komplek perumahan itu. Meski bapak dan ibunya entah dimana dan tak tahu asal-usulnya, si kembar bisa bertahan hidup di sekitar komplek.
Kucing kembar tersebut biasa bersembunyi di lapangan dengan rerumputan yang sudah liar tak terpelihara. Mereka cukup aman di sana. Makanan mereka peroleh dari tukang sayur yang biasa jualan di depan komplek.
“Kalau kalian lelah, bilang padaku, ya. Kita minum dulu di kran rumah Bu Fanny nanti,” ujar Babaleno kepada si kembar.





