Cerpen – Mamak dan Semerbak Aroma Bunga Sedap Malam by Andini

Cerpen - Mamak dan Semerbak Aroma Bunga Sedap Malam by Andini

Tok! Tok!

“Syam, apa kau di dalam?” teriak seorang gadis sambil mengetuk pintu. Syam memajukan bibirnya, agak kesal karena acara makan malamnya terganggu oleh teriakan sang sahabat. Dengan malas, Syam bangkit dan membuka pintu depan.

“Ya ampun, Nay! Bisakah sehari saja kamu tidak teriak-teriak seperti itu?” gerutu Syam. Nay hanya menyengir tak bersalah.

“Aku tahu kamu pasti belum makan malam. Jadi, aku mengundangmu untuk makan malam di rumah kami,” jelas Nay.

“Terima kasih Nay, tapi tidak perlu repot-repot,” kata Syam.

“Ckckck … sejak kapan kamu pandai berbasa-basi, Syam?” tanya Nay dengan alis mengernyit.

“Mamak sudah masak makan malam untukku,” jelas Syam. Nay membisu. Ia nampak tidak nyaman mendengar pernyataan Syam tadi.

“Eh, kamu jangan tersinggung, Nay. Kita masih bisa makan bersama, ayo!” ajak Syam sambil menarik Nay yang masih terdiam.

“Pantas saja tadi pagi kamu membeli seikat bayam dan tempe di warung ibuku,” celetuk Nay saat melihat menu yang terhidang di meja makan. Syam hanya mengangguk.

“Bagaimana, masakan Mamak memang enak, bukan?” tanya Syam saat Nay mulai mengunyah makanannya. Gadis itu mengangguk kecil dan tersenyum kikuk. Sebenarnya Nay agak heran mengapa Syam bisa dengan lahap menyeruput kuah sayur bayam yang sangat asin ini.

“Meski masakan yang dibuat Mamak sederhana, tetapi aku sangat menyukainya. Karena Mamak adalah koki yang hebat, hahaha ….” Syam tertawa. Namun, sorot matanya tak bisa berbohong. Ada kesedihan mendalam yang bersarang disana.

“Iya, Mamakmu sangat hebat,” ucap Nay dengan tenggorokkan tercekat. Ia sudah tidak tahan lagi dengan semua ini. Rasanya Nay ingin menangis, tetapi itu tak mungkin ia lakukan disini. Sekarang, ia tak mempedulikan rasa kuah bayam yang keasinan atau tempe orek yang agak pahit karena gosong. Nay mulai menikmati makanannya dengan lahap. Lalu, keheningan menyelimuti mereka. Keduanya asyik dengn pikiran masing-masing.

“Semua orang mungkin beranggapan aku sudah gila. Tapi aku tidak peduli,” ucap Syam tiba-tiba. Nay menelan makanannya susah payah. “Kau tidak perlu mengasihaniku, karena aku tidak gila, Nay. Aku mengingat semuanya dengan sangat jelas. Amat jelas hingga aku masih bisa mengingat senyum Mamak malam itu hingga sekarang,” lanjutnya dengan sendu.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn