“Kayaknya ada untungnya juga lo temenan sama Gatra,” ucap Mirah tempo hari saat pertengkaran hebat mereka di gazebo belakang gedung B. Kala itu mereka sedang mengerjakan tugas kelompok. Mirah mengucapkannya dengan tawa, tetapi Nila tahu cewek itu tengah mencibirnya.
Cerpen – It’s Okay to Let Them Go by Tiana Rayunda
“Maksud lo?” Nila mengernyitkan dahi, bergantian menatap Mirah yang juga menatapnya dan Jingga yang terlihat fokus pada laptop.
“Tugas lo pasti dikerjain Gatra, kan? Nggak usah malu gitu lah, semalam tugas yang lo kirim di grup pasti dari Gatra, kan?” Ucapan Mirah terdengar memojokkan.
“Nggak. Itu gue yang ngerjain. Gatra cuma bantu nyari referensi. Lagian, lo sendiri yang nyuruh gue nanya ke Gatra. Kata lo, Gatra pasti paham, dan kita sama-sama kurang paham, kan? Terus salahnya di mana?” Nila makin mengernyit, tidak paham pada pemikiran Mirah.
“Ya gue sih cuma bercanda. Gue kaget aja lo nanya beneran. Mana Gatra lagi sibuk ikut PKM kan?”
Artikel yang sesuai:
Darah Nila serasa mendidih. Selama ini, dia pikir seiring berjalannya waktu pertemanan mereka akan membaik. Nila menganggap mereka sudah sama-sama dewasa. Dan mungkin masalah pribadi atau perkuliahan yang membuat Mirah dan Jingga berubah begini. Namun, ternyata Nila salah. Nila harus mulai bangun dan menyambut realita.
“Iya, gue yang salah paham sama bercandaan lo.” Nila memilih untuk mengalah. Mungkin setelah besok presentasi kelompok, dia yang akan menjauh perlahan.
“Nggak usah playing victim gitu deh.” Nada sinis Jingga membuatnya menatap cewek itu tak mengerti. Jingga terkekeh, kekehan sinis yang pertama kali Nila lihat dari mulut Jingga. “Lo selalu ngerasa bener, basi tau nggak. Sok-sokan ngalah kayak gitu. Nggak usah sok polos.”
Nila tidak tahu harus merespons apa. Dia hanya bisa menatap Jingga dengan nyalang. “Gue kasihan sama lo karena harus pura-pura sok bahagia temenan sama dua orang itu. Lo itu cuma pelengkap aja buat mereka, nggak lebih. Gue prihatin selama ini lo berusaha nyanggah ucapan Mirah. Nyatanya apa? Lo selalu balik ke kita, kan? Nggak ada yang benar-benar menerima lo selain kita.” Sudut bibir Jingga terangkat, menatap Nila dengan remeh.
Nila kehabisan kata-kata. Dia tidak habis pikir dengan kejadian ini. Kedua bola matanya menatap tak percaya pada Mirah dan Jingga.