Ruang BK memang selalu menegangkan.
Dua hari yang lalu, aku dan Kevi baru saja menuliskan nama kami di daftar keterlambatan siswa. Kami tidak sengaja datang terlambat setelah semalam suntuk memainkan gim baru di PC Kevi.
Kami selalu berangkat bersama, dan kalau pun harus menyambangi ruang BK, kamu selalu bersama pula. Namun, siang ini aku duduk di ruang BK tanpa Kevi. Kulihat anak itu menyembulkan kepala melalui jendela sebelum pergi setelah dipelototi bu Dian.
Guru BK yang terkenal mengintimidasi itu menatapku lamat, sebelum memindahkan tatapannya ke sampingku, ke arah Karla, murid paling pintar di sekolah, si ranking satu paralel. Yah, itu dulu, sebelum Teri si ranking dua menggeser posisinya.
Cerpen – Tentang Kertas Sontekan dan Karla by Tiana Rayunda
Bu Dian berdeham, melipat kedua tangannya di atas meja. “Jadi, kertas siapa ini? Karla bilang ini punya Dira, tapi Dira bilang ini punya kamu, Karla. Yang benar siapa?” tatapan Bu Dian selalu menakutkan, begitu pun kali ini. Beliau mengangkat kertas penuh rumus-rumus matematika.
Artikel yang sesuai:
Aku menghela napas pelan. “Saya nggak paham kenapa Karla bilang ini punya saya, tapi serius, itu bukan saya, Bu.” Aku melirik Karla yang tertunduk dalam.
“Tapi itu ada di bawah meja lo ‘kan?” ucapnya lirih.
Aku memicing, tidak menyangka ucapan itu keluar dari mulutnya. Selama ini, semua orang di kelas mengenal Karla sebagai orang paling bijaksana. Tidak ada yang membencinya. Semua orang menyukainya, terlepas dia murid terpintar atau tidak. Begitu pula bagiku dan Kevi.
Namun, pandangan itu berubah hari ini. Aku tidak menyukainya, tidak peduli dia murid paling pintar di sekolah. Tidak peduli dia ranking dua paralel sekolah, dan tidak peduli dia selalu tersenyum cerah setiap kami menyapanya.
“Terus kalau di bawah meja gue, otomatis jadi punya gue gitu? Jadi kalau itu di bawah meja pengawas, itu kertas sontekan pengawas? Gitu?” Aku menatapnya sengit, tentu tidak terima dituduh begini.