Cerpen – Di Luar Kendali by Yuanggraa

Rasanya tidak enak harus menahan tangis saat sedang makan. Tiba-tiba semuanya menjadi hambar. Aku alihkan pandangan kepada adikku. Dia berdiri lalu menghampiriku.

“Kakak harus semangat ya! Kata Kakak kalo sudah punya uang banyak mau traktir aku basreng, kan?’’

“He he, iya, Dik. Akak bakal semangat terus!’’

Suara rintik di sore hari  membuat diri ku larut dalam kesedihan. Hujan kali ini mendukung sekali untuk menangis. Satu bulan sudah aku bekerja di sini. Sangat menguras energi dan juga perasaan.

Saat bekerja tadi misalnya, atasan memarahiku. Beliau protes dan mengeluhkan pekerjaanku yang lambat. Penampilanku tak luput dari komentarnya.

Katanya aku kurang menarik, dan tidak punya percaya diri. Komunikasiku juga kurang lancar.

Aku tahu diri belum bisa seperti  yang diinginkan olehnya. Akan tetapi, tidak seharusnya beliau memberitahuku dengan cara membentak. Apalagi  di depan  pembeli dan rekan kerja lainnya.

Sungguh aku tidak sanggup dan tidak mau mendengar apa yang beliau sampaikan karena sangat melukai perasaanku.

Sampai akhirnya aku dipecat langsung di depan rekan kerja yang lain. Trauma, takut, malu, dan sedih menjadi satu.  Di sini aku takut untuk pulang. Apalagi akhir bulan ini aku tidak membawa uang sepeser pun. Aku dipecat tanpa mendapat gaji sama sekali.

Langkahku berat memasuki rumah. Kepalaku tertunduk.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn