Sesampainya di depan rumah, aku mengetuk pintu yang lalu dibuka oleh ibu.
‘’Kenapa senyum-senyum? Mau minta uang jajan ya kamu? Pasti uang jajannya habis gara-gara keluar mulu.’’
Aku hanya bisa tetap tersenyum. Sabar.
‘’Tidak, Bu. Aku tersenyum karena aku sedang senang. Aku diterima kerja. Jadi besok aku sudah bekerja,’’ ucapku riang.
‘’Oh, bagus deh. Beban Ibu jadi berkurang satu.’’ Ibu menjawab datar lalu pergi masuk ke kamarnya.
Artikel yang sesuai:
‘’Beban? Jadi aku hanya beban Ibu selama ini?’’ lirihku sendu.
Pagi ini aku sedang berada di meja makan bersama keluargaku. ‘’Ibu, aku sudah dibuatkan bekal?’’ tanyaku.
“Bekal? Kamu tidak kebagian. Dua kotak bekal ini untuk kakakmu. Dia harus banyak makan kuliah itu kan, menguras tenaga dan otak,’’ jawab ibuku seraya memberi dua kotak itu ke hadapan Kakak.
Aku merasa sesak. Apa seseorang yang bekerja tidak butuh makan?
“Baiklah. Kalo gitu Ayah, aku boleh minta uang? Nanti aku beli nasi di warung Mbak Siti saja,’’ pintaku dengan harapan diberi uang.
“Kamu sudah bekerja, jangan minta uang lagi!’’
Ayah dan Ibu berdiri dari meja makan. “Ayo, Nak. Kami antar sampai depan. Kamu semangat belajarnya, ya!’’ Ibu menggamit lengan kakakku riang.