Citra kemudian muncul menemuiku setelah memenuhi seragamnya dengan coretan tanda tangan teman-teman. ‘’Ayo, Sya, ikut coret-coret baju sebagai kenang-kenangan masa SMA.’’
Aku tersenyum lirih. ‘’Kamu saja, baju putihku ini harus kusimpan dengan baik agar adikku bisa memakainya.’’
‘’Oke, kalo gitu minta tanda tangan dong, Sya,’’ pinta Citra.
‘’Heum, okey.’’
Selepas merayakan kelulusan dengan teman sekolah, aku memilih langsung pulang meski dengan langkah berat. Di perjalanan, aku terus memikirkan pertanyaan Bu Asti tadi.
Artikel yang sesuai:
Apa mungkin Ayah dan Ibu bisa membiayaiku untuk kuliah? Aku rasa tidak. Biaya kuliah pasti mahal.
Dari kejauhan aku bisa melihat ibuku di depan teras dengan sapu lidinya. Dia tersenyum saat aku terlihat di pandangannya. Dengan senyum sumringah Ibu memelukku.
‘’Bagaimana? Kamu lulus, kan?’’
‘’Lulus Ibu. Tadi ada acara coret-coret, aku hanya ikut foto bersama dan menanda tangani jika teman-temanku meminta,’’ ucapku tak kalah sumringah.
‘’Bagus! Bajumu ini harus dijaga biar adikmu bisa pakai nanti.’’
Aku yang hendak ke dalam rumah langsung terhenti ketika ibu berucap, ‘’Karena kamu sudah lulus, cari pekerjaan saja biar bisa membantu ekonomi keluarga ya, Asya. Jangan kuliah! Biar kakakmu saja yang kuliah.’’