Dentuman dua kendaraan besar beradu membuat warga di sekitar pinggir jalan terkejut melihat apa yang terjadi. Suara Klakson, dan decitan rem susul-menyusul bersamaan dengan teriakan yang berkejaran.
“TOLONG! TOLONG!”
“PANGGIL AMBULANCE!”
Truk pembawa air terguling di tengah jalan. Mobil sedan hitam hancur tertindas truk di atasnya. Setelah itu, empat mobil dan satu sepeda motor menjadi imbasnya. Secepat kedipan mata, tabrakan beruntun telah terjadi.
Bau anyir menyeruak. Genangan air yang bercampur cairan merah pekat bercipratan kemana-mana karena hantaman langkah kaki warga yang membantu evakuasi korban.
Artikel yang sesuai:
“ADA KORBAN ANAK LAKI-LAKI NYANGKUT DI MOBIL HITAM SAMA PUTIH!”
“YA ALLAH KAKI KANANNYA TERJEPIT!”
“TARIK PELAN-PELAN, PAK!”
“Astagfirullah!”
Aku terperanjat dikala Ibu membangunkanku dari mimpi buruk itu. Aku meraba kaki kananku yang tak lagi utuh. Lagi-lagi aku bermimpi kenangan pahit yang terjadi di masa lalu.
“Ada apa Askara?” tanya Ibu khawatir melihat peluh yang membasahi dahiku. “Kamu mimpi buruk lagi?”
Aku memejamkan mata kala bayang-bayang itu hadir kembali. Aku merasakan pelukan erat dari Ibu. Langsung saja aku membalas pelukan itu dan menumpahkan tangisku di sana.
“Ibu, aku bodoh! Aku pembunuh!”
“Tidak, Askara. Kamu bukan pembunuh,” balas Ibu parau.
Setelah keadaanku membaik, Ibu mengurai pelukannya dan menggenggam erat kedua tanganku. Aku tertunduk dalam, dengan perasaan yang campur aduk.
“Askara, kita tidak bisa memutar waktu untuk memperbaiki apa yang telah terjadi di masa lalu. Ibu tahu sulit untuk kamu menghilangkan rasa bersalah itu. Ibu mengerti kamu perlu waktu. Pelan-pelan berdamailah dengan keadaan ya, Nak?” Ibu berkata dengan suara lembutnya. Menghangatkan kembali suasana hatiku yang sempat porak-poranda.