Aku sendiri sudah duduk di kelas sebelas jenjang SMA. Mungkin itulah alasan mengapa ibuku membahas ini. Aku diterima di salah satu sekolah negeri yang cukup terkenal di Provinsi Jawa Tengah dengan bantuan beasiswa. Awalnya aku mengira ini mimpi. Karena sedari awal, sekolah ini memang jadi tujuanku untuk menimba ilmu dengan sebaik-baiknya.
Allah Maha Baik, satu impianku itu terwujud. Namun, tetap saja. Biaya untuk beberapa hal pasti akan membengkak. Itu yang sering aku pikirkan.
Bagaimana dengan pikiran ibu? Pasti sangat lelah.
“Kasihan Ibu,” bisikku dalam hati.
Aku tak sampai hati untuk memandang wajah ibuku yang terlihat cukup lelah. Tak biasanya Ibu menampilkan dirinya seperti itu. Sepertinya masalah ini cukup menguras tenaganya. Namun, aku tetap menguatkan hati untuk memandang wajah ibuku.
Artikel yang sesuai:
“Aku akan bekerja, Bu.”
Ibu menoleh, menatap mataku lekat. “Biar ibu saja, Askara. Kamu cukup bersekolah dengan baik.”
Sudah kuduga. Itulah yang akan menjadi jawaban Ibu. Ibu selalu menolak jika aku ingin sekolah sambil bekerja. Padahal, sebenarnya akupun tidak masalah dengan hal itu. Aku menghela napas pelan.
Aku sangat mengenal Ibu, seorang wanita yang seakan tidak pernah merasakan lelah di kehidupannya. Walaupun setiap pagi, siang, dan sore terus bekerja. Mengais pundi-pundi rupiah untuk anak semata wayangnya.
Kalau ada perlombaan penobatan wanita terhebat, sudah pasti Ibu menjadi nomor satu dalam penobatan itu.
“Ibu, aku mengerti bahwa aku ini kurang sempurna. Satu kakiku tidak bisa aku gunakan dengan baik. Namun, Bu. Aku juga ingin sedikit membantu untuk meringankan beban Ibu,” jawabku lirih.