Siapa mereka?
Aku berlari keluar dari kamar, “ayah-ayah, siapa yang berada di foto ini? Mengapa nenek memberikan ini? Foto ini juga terlihat sudah lama ayah, siapa mereka?” tanyaku seraya menghela napas karena berbicara tanpa jeda.
“Ayah rasa kamu tahu itu siapa?” tanya Ayah.
“Yah, kenapa ayah bertanya balik? Aku saja tidak tahu mereka siapa. Apa jangan-jangan ayah tidak tahu mereka siapa?” tanyaku.
“Itu, Ibu mu nak. Yang dipangku itu kak Juni, yang disamping Ibumu itu kakak Surya,” ucap Ayah dengan tatapan sedihnya.
Artikel yang sesuai:
“Lalu kemana Ibu? Kenapa raut muka ayah sedih?” Aku mendengus kesal, ayolah aku tidak suka dengan raut muka sedih yang ditujukan kepadaku.
“Ibumu sudah tenang di sana nak. Ibu sudah pergi jauh. Kita tidak bisa bertemu dengannya, kamu hanya bisa berdoa dan menatap langit cerah berharap dia melihatmu di sini.” Ayah memeluk ku erat, bahunya terlihat bergetar. Dia menangis, sosok ayah yang selalu aku lihat kuat sekarang menangis di hadapanku.
“Jadi, selama ini Ibu sudah meninggalkan kita. Dan aku tidak tahu? Aku kira Ibu benar kerja jauh keluar negeri seperti di sinetron-sinetron itu. Tapi, ternyata ibu pergi jauh sampai tidak bisa digapai. Aku tidak mengerti ayah, kenapa ibu bisa pergi, apa itu karena aku?” tanyaku dengan air mata yang berlinang.
“Ibumu pergi saat melahirkanmu nak, ibumu ingin kamu tumbuh dengan baik. Dia ingin melihatmu bahagia di sini.” Ayah tetap memelukku, aku mendongakkan kepalaku.
“Ayah, ibu jahat! Dia pergi tapi tidak mengajakku. Percuma hidup kalo tidak ada sosok ibu yang kuharapkan Ayah. Pantas saja semua orang yang menghadiri acara ulang tahun menatapku sedih. Ternyata ini jawabannya, aku kecewa Ayah.” Aku melepas pelukan itu, masuk ke dalam kamar dan menangis memikirkan kebenaran yang telah terungkap.