Dua puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 6 Agustus 2002. Seorang bayi kecil dilahirkan, ia terlahir prematur. Saat itu kebahagiaan dan kesedihan menghampiri keluarganya. Bahagia atas kelahiran seorang bayi perempuan, dan sedih karena ibu sosok dari bayi perempuan itu meninggalkan semuanya.
Cerpen – Terima Kasih Ibu by Sang Ayu Ketut Anggrawati
Duka menyelimuti keluarga tersebut saat bayi itu terlahir dan tidak ada sesosok ibu disisinya. Seorang ayah dan kedua anaknya memandang sedih seorang malaikat tanpa sayap telah menghembuskan napasnya. Beralih kepada seorang bayi yang menangis tersedu. Entah, apa dia tahu bahwa seseorang terpenting di hidupnya telah pergi bersamaan dengan hari kelahirannya?
Itu lah aku, perkenalkan namaku Ayu Anggreni. Saat kecil aku selalu bertanya-tanya di mana ibuku.
Aku memandang kakakku yang berucap, “Ibu kita di langit adik, lihat ke atas. Lambaikan tanganmu, Ibu pasti tersenyum melihat kita.”
Dengan polosnya aku melambaikan tangan ke atas langit, di sana kosong hanya terlihat awan yang bergerak.
Artikel yang sesuai:
Aku memandang kakak ku, “mana Ibu? Tidak ada siapa-siapa di langit kakak. Ayolah kak jangan bermain-main. Besok itu hari ulang tahun ku yang ke delapan tahun. Kata Ayah besok Ibu datang.”
“Kalo gitu tunggu besok adik ku sayang, hari ini Ibu sedang sibuk. Ayo, kita main boneka-bonekaan,” ajak kakak ku seraya menarik tanganku.
Sore kali ini cerah sekali, sama dengan suasana hatiku. Aku senang sekali ulang tahun ku yang ke delapan tahun dirayakan bersama Ibu. Karena tahun-tahun sebelumnya kata Ayah, Ibu sedang kerja jauh sampai tidak ada waktu untuk kita semua.
Tapi, hari ini Ibu pulang. Aku berlarian kesana kemari bersama kakak ku yang kedua. Kita tertawa bahagia saat melihat sanak keluarga semuanya datang. Ada yang memelukku, ada yang memberi kado. Tapi, sejenak aku berhenti dari kejaran kakakku. Kenapa ada beberapa orang yang memandangku dengan tatapan sedih?
Aku tidak suka dengan raut wajahnya yang menggambarkan kesedihan. Ini kan hari kebahagiaan, kenapa mendadak jadi sedih?
Aku menepuk pundak kakakku, “kakak, kenapa mereka terlihat bersedih? Hari ini kan ulang tahunku harusnya bahagia dong?”
Kakakku mengacak-acak rambutku, “itu mungkin karena kamu imut, bye-bye.”