“Kau ini, bicara apa, sih?” Gadis ini, masih terus saja mengelak. Namun, aku tak tinggal diam. Aku lalu mengambil sesuatu yang Claudia cari tadi pagi.
Aku mengeluarkan pensil itu. “Ini, adalah salah satu bukti bahwa kau benar-benar menyukai Tara.”
Cerpen – Sebuah Pengkhianatan by Fita Arofah
“Di sini tertulis, dari Tara untuk Kay. Bukan dari mantan palsumu untuk Claudia. Kau pikir aku tak tahu kalau kau belum pernah berpacaran?” Aku tertawa. “Ternyata, berpura-pura tak tahu seperti tadi pagi benar-benar sangat menyenangkan.” Claudia terlihat mengepalkan tangannya. Benar dugaanku, dia sudah mulai menunjukkan wujud aslinya.
“Pensil ini bukan pensil biasa, aku tahu dari harganya yang sangat mahal untuk ukuran pensil sekecil ini. Dan kau menyembunyikan itu karena cemburu Tara memberikanku hadiah pensil kecil yang mahal ini,” ucapku dengan decakan. Sebenarnya aku juga tak menyukai Tara. Namun, aku hanya kecewa pada Claudia yang tega menghianati persahabatan kita karena masalah pria.
Raut Claudia benar-benar berubah. Sekarang yang ada adalah tatapan sinis yang ia berikan kepadaku.
Artikel yang sesuai:
“Kalau iya, memangnya kenapa? Aku juga sudah lelah dengan kepura-puraan ini. Aku juga sebenarnya sangat jijik denganmu, mengapa kau sampai disukai Tara?” ucap Claudia dengan sinis.
Aku berpura-pura dramatis. “Begitu, ya? Aku pikir seorang Claudia adalah gadis yang lembut, baik hati dan sopan. Ternyata, kau juga memiliki kebusukan, ya,” ejek ku.
Aku menarik tangan Claudia dan berjalan dengan langkah cepat. Sesekali Claudia terlihat berusaha melepaskan cekalanku. Namun, siapa yang bisa melawan ahli karate sepertiku?
Aku berhenti tepat di depan Tara. Tara yang melihat pun langsung tersenyum kepadaku.
“Hai, Kay,” sapa Tara dengan senyum manisnya.
Aku tersenyum tak kalah manis dan membuat Tara tercenung dengan senyumanku. Iya, itu karena aku tak pernah melemparkan senyum pada pemuda itu.
“Tara, kau tahu ini, kan?” Aku mengeluarkan pensil seharga selangit itu.
“Ya, aku menitipkan pada Claudia untuk memberikanmu ini. Karena waktu itu aku tidak ada waktu karena masalah OSIS,” jawab Tara. Aku pun tersenyum puas dan melirik Claudia yang saat ini sudah pucat pasi.
“Tara, tapi Claudia tak pernah memberiku pensil ini. Dia malah mengatakan padaku bahwa pensil ini pemberian dari mantan pacarnya yang sudah meninggal.” Tara melotot dan menatap tajam Claudia. Sang empu pun menunduk setelah melihat tatapan tajam Tara.
“Kau,” geram Tara.
“Oh, aku belum bilang kalau mantan sahabatku ini sudah menyukaimu sejak lama dan berpura-pura berteman denganku agar bisa berdekatan denganmu, Tara.” Claudia mengepalkan tangannya. Antara malu dan marah, ia tak pernah berpikiran rencananya akan gagal. Ia pikir, Kay mudah ditaklukkan.
Aku berbisik pada Claudia. “Kau tahu? Kau sudah melawan orang yang salah. Kau pikir aku sebodoh itu? Aku ingatkan bahwa aku sang juara paralel dua tahun berturut-turut.”
Aku langsung meninggalkan Tara serta Claudia yang masih mematung. Aku tak peduli lagi dengan Tara yang memarahi Claudia. Hatiku kecewa dengan Claudia yang sudah aku anggap seperti saudara sendiri. Nyatanya, sifat orang bisa berubah dalam sekejap.
Penulis: Fita Arofah