Cerpen – Meja Nomor Satu by Sri Cicik Nurita

Cerpen - Meja Nomor Satu by Sri Cicik Nurita

Sedangkan Dahayu semakin tidak bisa berbuat apa-apa saat laki-laki itu berkata, “Saya bukan sekali dua kali menemukan sorot mata yang berbeda dari kamu. Tapi berkali-kali. Saya melihatnya berkali-kali meski kamu terus menghindar.”

Telak. Setiap kata yang keluar dari mulut Mas Farhan menancap tepat pada jantungnya berada.

Di titik ini, bisakah Dahayu berharap bahwa perasaan ini akan terbalaskan?

Bisakah?

“Mas Farhan? Gimana tanggapan Mas kalau ada yang suka sama Mas?” Kali ini, Dahayu memberanikan dirinya untuk bertanya demikian. Sebab, telah lama pertanyaan itu bersarang dalam keruhnya pikirannya selama ini.

“Jangan bilang kalau—”

“Kalau kenyataannya emang seperti itu bagaimana, Mas? Kalau aku berakhir jatuh cinta dengan kamu?” Kata Dahayu. Tepat ketika perempuan itu menyelesaikan kalimat terakhirnya, Mas Farhan tercekat. Seperti ada seutas tali tak terlihat yang mencekik kuat lehernya hingga ia kesulitan untuk bernapas.

“Dahayu  … sadar.”

“Mas…” Bahkan suaranya terdengar bergetar. Segalanya yang ia lihat saat itu mengabur. Tapi yang Dahayu lihat dengan jelas  adalah Mas Farhan yang terlihat hancur atas jawaban yang ia ucapkan. “Apa salahnya aku menaruh harapan lebih pada Mas Farhan? Aku hanya ingin kamu tahu, Mas. Bahwa disini dan selama ini masih ada seseorang yang tengah menunggu kamu untuk terbuka seperti dulu lagi.”

Sementara Mas Farhan masih tidak mengatakan apa-apa. Laki-laki itu sibuk mencerna apa yang tengah terjadi disini. Dahayu tidak mungkin berbohongkan dengan masalah seserius ini? Ia yakin perempuan itu tidak akan berbohong.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn