Semua orang akan pergi saat perpisahan itu tiba. Sekarang, tempat di mana kita berada telah menjadi saksi atas berpisahnya kita.
“Kenapa harus dia yang jadi korban?”
Takdir kematian memang tak ada yang tahu. Kini Bulan menangis di atas batu nisan bertuliskan “Bintang Samudera”, sahabat sekaligus kakak baginya. Kasus kematian Bintang masih diusut oleh pihak berwajib. Dan, Bulan hanya bisa pasrah terhadap informasi yang ada. Banyak yang mengatakan Bintang telah bunuh diri. Namun, Bulan masih belum percaya.
Cerpen – Pencuri Yang Menangkap Pencuri by Malika Nur Utami
Baru kemarin mereka pergi bersama mencari buku dan makan di street food. Ternyata itu momen pertama dan terakhir bagi Bulan bisa sedekat itu dengan teman menjengkelkannya tersebut.
“Bulan tahu nggak, perbedaan Bulan sama Bintang?” tanya Bintang satu waktu.
Bulan menggeleng dan Bintang langsung menjawab, “Bulan itu besaaaar, Bintang itu langsing!” Bintang tertawa terbahak-bahak dan berlarian di sekitar toko buku. Mereka pun kejar-kejaran yang akhirnya dimarahi oleh petugas keamanan.
“Gila, ya, sampe diusir begini,” gerutu Bintang kesal.
Bulan hanya menatap sinis dengan kedua matanya yang sipit karena pipinya terlalu besar. Bintang mengelus kepala Bulan dan membuat pipinya menjadi merah. Dia memang tak bisa mengontrol degup jantungnya. Bintang memang keterlaluan.
“Bintang Samudera!” teriaknya.
“Hahaha, pipinya merah lagi, cie …”
Alhasil, Bulan dan Bintang pun kembali berlarian ke sana ke mari. Untung saja motor yang melaju kencang ke arah mereka tidak sampai mengenainya. Dan, yah, kedua kalinya mereka berulah di tempat yang ramai orang.
Tak hanya di tempat yang ramai orang, di perpustakaan sekolah pun mereka berani berbuat bising. Pada akhirnya, petugas perpustakaan melarang mereka datang selama satu minggu berturut-turut.
Bulan menangis karena tak dapat membaca di perpustakaan selama mereka menjalani hukuman. Sementara Bintang merasa gembira karena mereka tak perlu datang ke perpustakaan lagi. Ia sangat bosan diajak ke perpustakaan setiap hari.