Canggung—itulah yang terjadi sekarang. Dua menit, Andri masih belum membuka suaranya dan selama itu juga, Lovie hanya bisa melihat beberapa mahasiswa yang sedang berlalu lalang.
“Vi … gue sebenarnya enggak mau bahas itu.”
Apa lagi ini? Mungkin Lovie akan merasa malu untuk kedua kalinya. Ini baru semester awal dan ia sudah membuat kesalahan. Rasanya urat malu Lovie sudah putus.
“T-terus?”
“Gue mau cerita tentang kepala sekolah kita yang ditangkap karena kasus narkoba, pas hari kelulusan.” Andri mengucapkan itu dengan tenang.
Lovie tertawa sumbang. Tangannya memukul pelan meja. Hal itu ia lakukan berkali-kali. Sangat lucu—ia menertawakan dirinya sendiri yang begitu bodoh. Beberapa mahasiswa yang lewat menatap heran ke arah Lovie. Bagaimana tidak? Lovie tertawa begitu keras dan sampai mengeluarkan air mata. Andri berhasil membuat dirinya malu untuk kedua kalinya.
Artikel yang sesuai:
Lovie menyeka air matanya. Perlahan, tawanya mulai mereda. Setelahnya ia menarik napas perlahan, lalu mengembuskannya.
“Gue pergi dulu.”
Di sinilah Lovie sekarang. Berada di atas rooftop. Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Kali ini Lovie serius, ia tidak ingin memperlihatkan wajahnya di hadapan Andri. Terkadang Lovie berpikir, bahwa Andri sengaja melakukan hal itu untuk memancing dirinya.
Tetapi, mengingat sikap Andri tadi, membuat Lovie yakin, Andri tak melakukannya dengan sengaja.
Cahaya matahari di rooftop saat ini begitu panas. Namun, Lovie tetap memilih untuk berada di tempat itu lantaran tempat ini begitu sunyi. Hembusan angin menerpa rambut Lovie.
Udara sejuk dengan cuaca panas. Ini seperti perasaannya yang sekarang—campur aduk. Apakah masalahnya akan bertambah? Hari itu, andai saja ia tak mengungkapkan perasaannya, mungkin Lovie akan hidup dengan tenang saat ini. Tidak memikirkan hal-hal memalukan seperti sekarang. Beberapa menit lagi, kelas akan dimulai.
Kaki Lovie tak sanggup untuk beranjak dari tempat itu. Ia masih betah berada di tempat ini. Lovie masih belum sanggup untuk memperlihatkan wajahnya di depan Andri.
“Mantra buat hilang ingatan ada enggak sih?” Lovie bertanya pada dirinya sendiri.
Pikiran konyol muncul di benak Lovie. Tangannya meraih ponsel yang ada di saku celana. Lovie mulai mencari halaman google dan mulai mengetikkan sesuatu.
“Man … tra un … tuk hi … lang ing … ngatan.” Itulah yang ia ketik di halaman google.
“Inilah penyebab hilang ingatan beserta cara mengatasi … Ck, bukan ini yang gue cari.” Lovie kembali menyimpan ponselnya di saku celana.
“Gue pasti udah gila.” Lovie mengacak rambutnya frustasi.
Semakin lama berada di atas rooftop, Lovie sudah tidak tahan lagi menahan panasnya matahari. Langsung saja ia membalikkan badannya untuk beranjak dari tempat tersebut. Langkahnya terhenti kala melihat Andri sudah berada di depannya. Tubuh Andri mulai mendekat ke arah Lovie. Sekarang, ia sudah berdiri tepat di samping Lovie.
“Lo mau pingsan?” tanya Andri karena melihat Lovie berdiri di bawah teriknya matahari.
Lovie hanya menjawab dengan gelengan kepala. Ia tak berniat mengeluarkan suaranya.
“Sorry, Vi … gue belum bisa balas perasaan lo.”
“Belum bisa, berarti akan bisa ‘kan?” Di akhirnya Lovie tertawa.
“Becanda,” lanjut Lovie saat melihat wajah serius Andri.
Andri tertawa kecil. Ia kembali mengeluarkan suaranya. Ia berusaha menjelaskan tentang perasaannya dengan hati-hati. Andri berharap, gadis yang sedang berdiri di sampingnya tidak terluka karena mendapat penolakan darinya. Meski Andri akui, ia bisa melihat tatapan kecewa Lovie.