Cerpen – Till The End Of My Life by Naurah Nadhifah

Cerpen - Till The End Of My Life

Langkah kakinya ia ayun begitu ringan, pandangnya ia bawa menatap indahnya langit sore ini. Wanita bermata sabit itu menghentikan langkahnya kemudian mendudukkan diri diatas bersihnya pasir pantai yang hampir lima tahun ini selalu ia kunjungi.

Pikirannya melalang buana, mengabaikan indahnya pesona senja di depannya. Mata indah itu kemudian terpejam, ketika rasa sakit itu kembali ia rasakan. Bayangan tentang masa lalunya kembali berputar bak kaset rusak yang terus mengganggunya.

Tepat lima tahun lalu suami yang baru tiga bulan dia nikahi pergi meninggalkannya untuk menepati sumpahnya sebagai seorang dokter, laki-laki itu berjanji akan segera kembali begitu tugasnya menjadi seorang dokter relawan telah selesai.

Di pantai ini terakhir mereka menghabiskan waktu untuk saling bercanda dan berbagi ketawa.

Cerpen – Till The End Of My Life by Naurah nadhifah

Flashback

“Bian…haruskah kau pergi?” Tanya Karina pada sang suami.

“Tentu saja sayang, aku hanya akan pergi beberapa bulan saja, lalu setelah selesai dengan tugasku kita akan bersama sepanjang hari dan selama hidup kita bagaimana?” Jawab Bian berusaha membesarkan hati istri cantiknya itu.

“Apa tidak ada dokter lain yang bisa menggantikanmu? Bian,ku mohon kali ini saja, aku tidak ingin kau pergi” rengek Karina.

Bian terkekeh lalu ia usap sayang rambut halus istrinya “Karina dengarkan ini, aku hanya akan pergi beberapa bulan saja. Dan setelah itu aku berjanji kita akan selalu bersama, kali ini saja biarkan aku pergi em” ujar Bian dengan penuh permohonan.

Menghela nafas berat, Karina pun menganggukkan kepalanya. Wanita itu kemudian mengangkat jari kelingkingnya untuk ia kaitkan dengan kelingking sang suami.

“Berjanjilah kalau kau akan kembali dengan selamat dan tidak berkurang ataupun lecet sedikit pun, selama disana selalu jaga kesehatanmu, perhatikan juga pola makanmu, kalau ada waktu beristirahatlah jangan paksakan dirimu, ingat disini ada aku yang selalu nenunggumu,mengerti?” Ujar Karina panjang lebar.

Bian tersenyum “Oke, aku akan menjaga diriku dengan baik seperti yang kau katakan. Begitu pun denganmu, jaga dirimu selagi aku pergi, kalau terjadi sesuatu segera hubungi aku ataupun Nona oke” pesan Bian.

Karina mengangguk mengiyakan pesan dari suami tampannya itu, melihat respons Karina, Bian tersenyum bahagia, laki-laki itu sematkan sebuah kecupan panjang pada dahi sang istri.

Setelah saling membuat janji, mereka menghabiskan hari dengan menikmati indahnya matahari terbenam, karina kaitkan lengannya pada lenganBian, wanita itu sandarkan kepalanya pada bahu suaminya.

“Bian, kau tahu aku sangat bersyukur pada Tuhan karena DIA dengan baiknya mengirimkanmu sebagai suamiku. Sungguh aku sangat bahagia apa lagi setelah mengetahui kalau ada seorang malaikat kecil yang DIA titipkan disini” ujar Karina dengan mengusap perutnya, saat ini wanita itu sedang mengandung buah cintanya dengan Bian.

Usia kandungannya baru memasuki minggu keempat, jadi wajar saja kalau dia tidak ingin berada jauh dari suaminya.

“Aku pun begitu, aku sangat beryukur atas semua yang telah Tuhan berikan padaku. Karina tolong jaga dia selama aku pergi, sayangi dia sepenuhnya, didiklah dia agar ketika besar nanti dia bisa menjadi seorang yang berhati sabar dan tangguh seperti dirimu, kalau dia terlahir nanti tolong katakan padanya kalau Daddy nya ini sangat menyayangi dan mencintainya, katakan juga maaf padanya karena aku tidak bisa mendampinginya serta tidak bisa menyaksikannya ketika dia tumbuh nanti” ujar Bian

“Yak, kenapa kau berkata seperti itu eoh? Kau bisa mengatakannya langsung nanti dan apa-apaan itu, kita akan mendampinginya, kita juga akan membesarkannya bersama-sama” sungut Karina tak terima dengan apa yang Bian katakan.

“Baiklah,baiklah maafkan aku,tapi Karina berjanjilah kau akan melakukan apa yang aku minta tadi em….” ujar Bian.

Karina berdehem sembari mengangguk sebagai jawaban, wanita itu kemudian memejamkan matanya menikmati suara damai dari deburan ombak panti dan senja hari ini.

“Bian… kalau nanti kita dilahirkan kembali, kau ingin dilahirkan sebagai apa?” Tanya Karina memecah keheningan.

“Aku ingin menjadi burung” jawab Bian

“Kenapa?” Lanjut Karina

“Aku ingin bebas terbang kemana pun aku ingin, tapi aku tidak akan pernah melupakan jalan untuk pulang. Sama seperti burung-burung itu, mereka terbang bebas sejauh dan setinggi apapun yang mereka inginkan, tapi mereka akan tetap kembali pulang ke rumah mereka lagi” jelas Bian

“Kalau begitu aku ingin menjadi pohon” ujar Karina

“Kenapa?” kini giliran Bian yang bertanya

“Kau bilang sejauh apapun kau terbang kau akan kembali pulang bukan. Kalau begitu aku ingin menjadi pohon agar bisa menjadi rumahmu serta menjadi tempatmu kembali. Aku akan tetap berada ditempatdimana aku tumbuh, aku akan selalu berdiri disini untuk menunggumu kembali” jelas Karina

Bian merasa tersentuh dengan apa yang Karina ucapkan, dan sekali lagi dia sematkan sebuah kecupan sayang pada dahi sang istri.

“Terimakasih Karina-ya, tunggulah aku pulang dan setelahnya mari kita hidup bahagia selamanya dan menua bersama sampai maut memisahkan kita, Aku mencintaimu…” ujar Bian

“Kau tahu sendiri seperti apa aku mencintamu” balas Karina dengan senyuman.

Tak terasa empat bulan sudah terlewati, usia kandungan Karina memasuki bulan kelima dan kini perut wanita itu semakin membuncit.

Wanita itu baru saja melakukan pemeriksaan rutin dan dokter mengatakan kalau bayinya berjenis kelamin perempuan, senyuman tidak pernah luntur dari bibir tipis wanita itu.

Begitu keluar dari ruangan pemeriksaan wanita itu segera menghubungi Bian untuk memberitahu suaminya itu bahwa mereka akan memiliki seorang bayi perempuan, dan tentu saja Bian begitu bahagia mendengarnya karena laki-laki itu memang sedari awal menginginkan seorang bayi perempuan.

Diakhir panggilan mereka sepakat untuk memberikan nama Aera pada putri pertama mereka, tak lupa mereka juga mengungkapkan rasa rindu serta cinta mereka yang begitu besar. Sebelum selesai, Karina memutuskan untuk pergi berbelanja terlebih dulu.

Karina baru saja selesai menata barang belanjaannya, wanita itu kemudian mendudukkan diri pada sofa yang berada di ruang tengah, ia raih ponsel yang berada didalam tasnya. Wanita itu mengernyit ketika mendapati begitu banyak panggilan serta pesan masuk, segera dia buka pesan teratas dari kakak iparnya.

Matanya bergulir membaca setiap kata yang tertulis disana, begitu selesai lututnya terasa lemas seakan semua tulang dalam tubuhnya tercabut dengan paksa setelah membaca pesan yang kakak iparnya itu kirimkan.

Dada Karina bergemuruh, bagai petir disiang bolong wanita itu sangat terkejut ketika mendapat pesan bahwa terjadi gempa susulan pada daerah dimana Bian ditugaskan, gempa tersebut cukup kuat mengguncang hingga mengakibatkan beberapa orang menjadi korbannya, dan salah satu dari korban itu adalah Bian, suami yang beberapa saat lalu ia hubungi untuk ia beri kabar bahagia.

Manusia memang boleh membuat rencana seindah yang mereka inginkan, namun ketika Tuhan tidak merestuinya maka semua itu hanya akan menjadi sebuah rencana tanpa adanya kenyataan.

Sama seperti yang Karina rasakan, wanita itu sudah menyusun rencana yang begitu indah untuk masa depannya dengan keluarga kecilnya, namun semua itu lenyap begitu saja ketika Tuhan memanggil suaminya untuk pulang bersama-Nya dalam keabadian.

Waktu begitu cepat berlalu, empat bulan sudah Bian meninggalkan Karina seorang diri. Wanita itu kini menjalani hidupan yang berpayung kesedihan dan lamunan kosong yang setiap hari menjadi temannya menjalani hari.

Wanita itu hidup tapi tak benyawa, kadang sisi gelap dalam hatinya muncul membujuknya untuk mengakhiri hidupnya agar ia bisa bersama dengan belahan jiwa yang lebih dulu pergi, tapi ketika sebuah pergerakan terjadi dalam perutnya, wanita itu urung untuk melakukan hal keji itu.

Andai saja dia tidak teringat janjinya dengan sang suami, pasti wanita itu akan menyusul Bian kembali ke keabadian bersama Tuhan.

Flashback End

“Mommy….” panggil seorang gadis berusia sekitar empat tahun

Karina tersentak dari lamunannya, wanita itu menoleh pada sumber suara, lalu sebuah senyuman terbit dari wajah sendunya. Ia rentangkan kedua tangannya untuk menerima tubuh mungil putri kecilnya, ia peluk tubuh malaikat kecilnya itu.

“Mommy kenapa disini?Aera sedari tadi mencari Mommy. Apa Mommy baru saja menangis?” Tanya Aera begitu mendapati sisa air mata diwajah ayu sang ibu, jemari mungilnya terulur untuk menghapus jejak air mata tersebut
Karina tersenyum, lalu ia sematkan rambut panjang sang putri yang menjuntai menutupi sebagian wajah mungil putrinya kebelakang telinga.

Wanita itu tatap lekat Aera, gadis kecilnya itu mempunyai wajah sama persis seperti Bian, dalam hati ia bersyukur karena Tuhan masih memberinya kesempatan untuk dapat kembali melihat wajah Bian dalam wajah putrinya.

“Tidak sayang Mommy tidak menangis, Mommy hanya begitu bahagia menyaksikan pemandangan matahari terbenam itu. Apa Aera mencari Mommy sedari tadi?”

Aera mengangguk “Kalau begitu ayo kita temui Daddy, kasihan kalau Daddy menunggu kita lama Mommy”

Karina tersenyum, wanita itu mengusap sayang kepala Aera “Apa Aera sudah membawa bunga untuk Daddy?”

Lagi-lagi Aera mengangguk”Aera sudah membawanya disana, kali ini Aera merangkainya dengan indah, jadi Aera yakin Daddy pasti suka” ujar gadis itu.

Karina kembali dibuat tersenyum oleh putrinya itu, wanita itu kemudian mengangkat tubuh sang putri untuk dia gendong menuju tempat peristirahatan Bian. Hari ini adalah peringatan kematian Bian yang ke lima, dan setiap tahunnya sebelum pergi kemakam, wanita itu pasti akan menyempatkan diri pergi ke pantai untuk mengenang saat-saat terakhirnya bersama sang sumi.

Aera adalah satu-satunya alasan Karina untuk dapat bertahan hingga saat ini, menjadi pegangan disaat semua begitu berat ia rasakan…

Tuhan memang mengambil Bian dari sisinya, tapi Tuhan juga menitipkan seorang malaikat untuk menemainya bertahan melalui cobaan yang DIA berikan, sama seperti janji-Nya bahwa setiap luka pasti ada obatnya, dan di setiap kegelapan pasti akan ada setitik cahaya untuk kita berpegangan.

“Bian… bisakah kau melihatnya? Putri kita telah tumbuh menjadi gadis yang sangat pintar dan berhati lembut, kau tahu dia sangat menyayangimu. Bian apakah kau sudah tenang disana? Aku akan menepati janjiku untuk menjaga dan mendidik Aera menjadi gadis hebat seperti dirimu.

Jadi Bian-ah beristirahatlah dengan tenang disana, tunggu aku… tunggu aku menyusulmu setelah semua urusanku didunia ini selesai dan setelah aku menepati semua janjiku padamu. Aku mencintaimu Bian, dulu, sekarang, nanti dan selamanya sampai akhir hayatku”.

Ditulis oleh : @naura_nadhifah

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn