Cerpen – Tersesat pada Perjalanan Sendiri by Eva Zulfa Fauziah

Cerpen Tersesat pada Perjalanan Sendiri

Matahari hampir mengakhiri tugasnya, tetapi aku masih sibuk mentafakuri semesta. Aku berdiri di atas tebing batu, bersama seorang pria berketurunan Belanda. Pria itu begitu tampan, mata coklatnya melukis senja dari ujung laut sana.

“Tatap senja, bukan aku.” Wajah yang sedang aku perhatikan, balik melihatku.

Cerpen – Tersesat pada Perjalanan Sendiri by Eva Zulfa Fauziah

“Biar kamu saja yang menatapnya, senja yang berada di matamu lebih aku kagumi,” balasku.

“Baiklah, tetapi janji kau akan pergi setelah puas menatap mataku,” ucapnya.

Aku mendadak sendu mendengar perkataannya. Senja yang kurasa sempurna kini menjadi senja paling tak ingin ku ulang kenangannya.

“Kamu harus pergi!” serunya sekali lagi.

“Meninggalkanmu sendiri, bersama lautan yang menyeramkan?” tanyaku.

“Laut tak pernah menyeramkan untuk hamba yang mereka cinta.” Dia menatap lepas lautan yang sudah bercampur dengan cahaya merah keemasan.

“Aku mengetahui berbagai rencana yang laut akan lakukan. Kamu harus menurut padaku. Kamu harus pergi!” lanjutnya dengan tegas.

“Laut mencintaimu, kamu mencintaiku, dengan fleksibel laut juga akan mencintaiku, bukan?” tanyaku.

“Iya, tapi laut tidak memperdulikanmu. Pergilah, turuti omonganku.”

Aku hendak membalas omongannya, tetapi seketika bibirku kelu. Angin berjalan penuh gairah, menutup semesta dengan kegelapan.

***

Sial, seisi kamar gelap. Di sini mati lampu. Dan semuanya hanya mimpi. Aku beranjak, mencari penerang untuk mengubah kepengapan ini.

Ketika berhasil mendapatkan penerangan, aku melihat jam. Awalnya aku tak peduli dengan mimpi tadi, tetapi orang tuaku bilang, “Ketika kita bermimpi di bawah pukul 2, maka itu bukanlah sebuah bunga tidur. Tapi, sebuah isyarat akan terjadi sesuatu.”

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn