Perlahan bisikan alam menurunkan mimpi yang aku terbangkan.
Harapan-harapan keluarga yang tinggi, aku hancurkan tanpa pengampunan. Semua yang tumbuh, aku patahkan, mati lalu menyatu dengan bumi. Kini aku berjalan tak tentu arah, kadang berhenti tanpa patokan. Kemudian kembali melanjutkan perjalanan dengan keputusasaan yang mengikat pemikiranku.
Kakiku terhenti di sebuah jembatan, jiwaku terikat dengan semua kenangan yang pernah terjadi di sini. Aku turun ke bawah jembatan. Menyentuh dinding jembatan yang dingin, lalu mengulang kenangan pada memori isi kepala.
Cerpen – Dosenku Pacarku by Eva Zulfa Fauziah
“Tuhan, apa aku sanggup melupakan semua ini?” Aku meneteskan air mata, saat tanganku menyentuh lukisan yang dulu pernah kami gambar bersama.
Waktu itu, ketika hari penutupan PMB, aku pulang. Rumah yang tidak jauh membuatku memilih untuk berjalan kaki. Tepat berada di atas jembatan ini, aku menemukan seorang yang bersiap mengambil ancang-ancang untuk terjun bebas.
Tetangga menyebutku wanita manja dan lemah, tetapi ketika tanganku mampu menghentikan aksi seorang pria yang hendak mengakhiri hidupnya, aku tak percaya lagi bualan mereka.
“Apa yang anda lakukan?” tanyaku penuh penekanan.
“Kenapa kamu menyengsarankanku?” matanya melotot.
“Aku menyelamatkanmu, bukan sebaliknya,” nada bicaraku semakin meninggi.
Dia frustasi, mengacak-acak rambut dan berteriak sekuat tenaga. Aku menatapnya lekat. Seperti dejavu dengan wajahnya, tetapi aku lupa dia siapa.
Kami berjalan beriringan. Aku mengerti dia menyesal. Namun, aku tidak memahami dia menyesal karena telah memarahi orang yang akan menyelamatkannya atau … karena tidak jadi mengakhiri hidupnya.
“Anda mau kemana? Saya sebentar lagi sampai ke rumah,” ucapku sembari memberhentikan langkah.