Cerpen – Seni Mencintai Sampai Mati by Eva Zulfa Fauziah

Seni Mencintai Sampai Mati

Kain sutra menggulung tubuhku yang menggigil.

Laut biru sedang ditatap lekat oleh Biru. Lelaki itu masih terjaga, memastikan tidak ada lagi intel yang mengintai. Laut yang tenang, semakin menghitam, lalu membawa nahkodanya ke dalam mimpi pengistirahatan.
Aku membuka mata, menatap lamat mata Biru yang terpejam rapat. Ia tampak nyenyak. Aku menyingrai rambutnya yang terurai menutupi kening mengkilapnya.

“Aku minta maaf, Ru. Harus membawamu ke tengah samudra, yang jelas-jelas dengan pantai saja kau iba.” Aku mengelus pelan kepala Biru.

Cerpen – Seni Mencintai Sampai Mati by Eva Zulfa Fauziah

“Ketika raksasa-raksasa itu mengejar, harusnya aku membenarkan pilihanmu. Bersembunyi di ruang bawah tanah bekas persembunyian ayahmu. Dan kau, tidak perlu bersusah payah melawan ketakutan itu.” Aku meneteskan air mata.

Aku membiarkan kejadian 5 jam lalu menari riang di kepala. Kejadian menggemparkan yang membawaku dan Biru sampai ke tengah lautan. Zaman orde baru, membuat sulut api aktivis-aktivis seperti ayah Biru harus membeku.

Sejak zaman kuliah, ayah Biru sudah dikenal sebagai penyair gila yang tidak takut akan ancaman. Ia berbeda dengan ayahku. Ayahku adalah penyair bergenre romansa, yang bodo amat-an akan komplikasi tatanan pemerintahan.

Saat itu, marak penculikan-penculikan terhadap aktivis yang berpemikiran kiri. Tentu saja, ayah Biru menjadi salah satu orang yang menjadi buronan. Karena ayahku dan ayah Biru adalah karib, maka ayahku juga terancam. Dengan segera, mereka pun mencari tempat pelarian. Tak lupa, terlebih dulu mereka menyembunyikan identitas untuk menjaga keluarganya.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn