
“Ah, males banget, kayaknya mau pilek,” ucapnya dengan raut hendak bersin kembali. “Nanggung banget mau ujian praktik malah pilek,” celetukku bercanda.
“Nih, nih, aku tularin biar kamu sekalian ikutan pilek.” Dia mendekat padaku, membuatku memukul lenganya agar menjauh. Dia lagi-lagi tertawa. Aku mendengus pura-pura kesal. Cowok ini memang agak mengejutkan sifatnya.
Pada awalnya kupikir Narka cowok yang mendedikasikan hidupnya untuk tidur selama pelajaran peminatan dan main game saat jam kosong. Namun, ternyata dia juga cowok dengan humor receh yang ikut menertawakan lagu The Lion Sleeps Tonight yang digunakan Pak Bas, guru sejarah kami, sebagai nada dering telepon genggamnya.
Narka
Aku ingat kami terus menertawakan hal itu saat kami baru saja menjadi teman sebangku. Dan, setelah itu kami menjadi lebih dekat dari sebelumnya.
Kupikir ini hal yang bagus dan juga menyedihkan secara bersamaan. Tentu saja aku senang karena kami dengan resmi bisa menyebut pertemanan ini sebagai teman dekat alih-alih teman sekelas. Yah, walaupun terkadang aku masih merasa kami hanya sebatas teman sebangku. Lalu, hal menyedihkannya adalah kami akan berpisah beberapa bulan lagi, dan aku tidak bisa menjamin untuk tidak menjadi asing nantinya.
Artikel yang sesuai:
“Cepet banget ya rasanya, kita udah mau lulus aja.” Cowok itu berceletuk tiba-tiba di tengah diamnya kami.
Aku mengangkat alisku, menatapnya heran. “Tiba-tiba banget bahas itu, kamu lagi kepikiran SNMPTN? Kamu bakal lolos SNMPTN kok. Nggak bakal muncul warna merah.” Aku menatapnya serius.
Dia terkekeh, menatapku jenaka. “Aku baru tau, Nya, kamu bisa serius gini, dan makasih loh semangatnya. Tapi nih, Nya, aku tuh sebenernya lebih kasihan ke kamu aja kalau nanti kangen sama cowok baik hati ini.” Narka menunjuk dirinya sendiri dengan alis naik-turun, mengundang tatapan tak habis pikirku.
“Oh gitu?! Kayaknya aku bakal kangen beneran sih, kangen kamu dijewer Pak Bas waktu tidur di kelas.”






