
Melihat banyaknya postingan twibbon dari teman-temanku yang sudah masuk ke perguruan tinggi negeri terfavorit. Aku hanya bisa tersenyum bahagia sekaligus merasa kasihan pada diriku sendiri. Rasa kasihan ini mungkin, hanya rasa kurang bersyukurnya diriku. Karena buat apa aku gak bersyukur? Gak ada alasan untuk itu.
Aku sudah punya banyak pengalaman kerja. Dan aku mungkin bisa membiayai pendidikanku sendiri tanpa uang dari orang tua. Kadang temanku ingin menjadi sepertiku. Bisa punya uang sendiri, beli apapun bisa, dan masih punya pikiran untuk melanjutkan kuliah meskipun aku sudah bekerja.
Kadang manusia kaya gitu ya. Kurang bersyukur. Kita lihat orang lain pengen kaya dia. Dan si dia ini pengen kaya orang lain itu. Sekarang, meskipun aku masih memikirkan tentang pendidikanku, aku masih bisa fokus bekerja. Kadang, di usia belasan ini ketika malam tiba suka kepikiran “kok aku gak bisa kaya dia sih?”
Sikap menjengkelkan tiap hari dari kedua adikku pun masih terus bergulir. Namun, terkadang aku selalu ingin membahagiakan mereka. Seperti, saat aku pulang kerja selalu membawa jajanan untuk mereka. Atau memikirkan masalah pendidikan mereka.
“Kakak mana susu coklatnya?”
Artikel yang sesuai:
Pertanyaan itu selalu aku rindukan saat aku pulang dari tempat kerjaku. Kadang rasa lelah ini selalu berkurang saat pulang ke rumah. Kadang bertambah. Aku selalu bingung mana rumah yang aku butuhkan sekarang?
“Kerja yang fokus ya? Bantu-bantu dulu ibu sekarang. Kedua adik kamu sudah besar, ayah kamu sudah tua bentar lagi juga pensiun. Kamu harus bisa pinter-pinter cari uang ya?”
Anggukan lagi. Sebegitu berharganya kah uang bagi ibuku? Dan aku hanya bisa setuju dengan opininya. Gak bisa nentuin jalan hidup aku sendiri. Terkadang, aku juga lelah. Aku butuh teman untuk berbicara. Aku butuh ‘rumah’ sebagai tempat aku beristirahat sejenak.
Ternyata, selama ini aku punya rumah itu. Tapi, aku baru menemukannya. Setiap malam saat aku merasa khawatir dan hanya bisa mengadu kepada-Nya. Yang menciptakanku dengan penuh kasih sayang. Yang memberiku “keluarga” yang memang aku butuhkan.
Allah lah tempat kita mengadu. Tempat istirahat sejenak itu. Rumah yang selama ini aku cari namun baru aku temui.
“Allah baik banget ya? Kadang aku capek sama semuanya, dia ngasih aku hal yang luar biasa. Kadang aku minta ini itu tiba-tiba udah terkabul aja.
Kadang kita punya rencana sendiri dan itu belum tentu baik untuk kamu. Karena rencana yang terbaik itu hanya Allah yang bisa merencanakannya,” ucapku di atas panggung acara seminar bukuku yang best seller.
Penulis: Malika Nur Utami






