“Jadi ini yang kau dapatkan dari kota, melawan titah leluhurmu?”
Mak Yam, yang sudah menghuni kampung Pasir Angin sejak lahir itu biasanya cukup sabar dalam hal apapun.
Cerpen – Kutukan Rumah Ketiga Belas by Latatu Nandemar
Namun, kini ia tengah menujukan emosinya itu pada Sobar. Anak bungsunya yang sudah cukup lama tinggal di kota dan meninggalkan Mak Yam seorang diri di kampung tersebut.
“Sobar terpaksa, Mak. Di kota sudah tidak ada pekerjaan yang bisa anakmu lakukan untuk bertahan hidup.” Sobar mencoba menjelaskan.
“Tapi tidak dengan melawan titah leluhurmu! Salah satu rumah di antara kita, entah yang mana? Akan hancur oleh kutukan yang belum terhapus. Belum lagi para penduduk pasti akan menghujat kita.” Mak Yam menjelaskan kekhawatirannya yang lain.
Kampung Pasir Angin adalah sebuah kampung di bawah kaki gunung yang terasa sunyi oleh kutukan, karena pelanggaran para leluhur terdahulu. Konon katanya, ratusan tahun lalu, di tanah yang masih kosong itu para penduduk bergotong royong membuat kampung baru.
Karena banyak pohon kayu yang terdapat di tempat tersebut, mereka memanfaatkan apa yang ada di sekitaran wilayah tersebut. Akan tetapi, ada sebuah pohon besar yang tidak boleh ditebang karena dipercaya akan membawa malapetaka.
Ketika hendak membangun rumah yang ke tiga belas, mereka tergoda oleh kuat dan besarnya pohon kayu tersebut. Kemudian mereka melanggar pantangan dan menebang pohon itu untuk dijadikan bahan membuat rumah.