
“Kakakku masih lama lahirannya, bakal keburu nggak ya? Oma bakal ketemu cucu pertamanya, nggak ya?” lirihnya disertai tawa pahit, bahkan yang mendengar pun bisa menerka seberapa terguncang batinnya.
Gadis berseragam SMA kusut dan rambut cepol seadanya itu selalu di luar nalar. Bahkan di saat seperti ini pun dia masih berpikir hingga bertahun-tahun yang belum tentu datang.
“Mas Aba, jawab dong. Jangan diam doang!” rajuknya tak sabaran. Napasnya tersengal, mencegah ledakan tangis gelombang berikutnya.
Aku untuk kesekian kalinya menghela napas berat memikirkan jawaban paling tepat untuk diutarakan. “Mas mahasiswa jurusan statistika, Lia, bukan kedokteran. Yang kayak begituan tuh ada ilmunya, nggak boleh sembarangan.”
“Ya terserah gimana caranya. Bohong dikit juga nggak masalah kok, yang penting aku senang. Mas nggak suka liat aku bahagia?” Seputus asa itukah gadis yang selalu berpegang teguh pada prinsip ‘kejujuran yang pahit lebih baik daripada kebohongan yang manis’ hingga berkata demikian?
Artikel yang sesuai:
“Mas Aba tetap susah diajak kompromi seperti biasanya, nyebelin.” Ia membuang muka, kedua tangan dilipat bersilangan di dada. Tak hanya itu, ia juga kini membelakangiku.
Ia pasti kesal dengan jawabanku yang singkat, padat, jelas, tetapi tidak memenuhi tuntutannya. Mau bagaimana lagi, kalimat mutiara tidak diperlukan oleh manusia kalut berselimut kabut emosi. Sulit membuatnya berpikir rasional, di saat seperti ini ia hanya butuh pendengar.
Sejenak perhatianku teralihkan pada tirai kain dari salah satu jendela kamar yang beberapa kali bergerak malu-malu. Mencipta celah kecil lalu menutup kembali, beberapa kali terjadi begitu saja tanpa irama. Hingga pada puncaknya sepasang mata muncul di sana, menatapku lama lantas hilang bersama pergeseran tirai yang tak lagi terulang.
Tak lama berselang ponselku bergetar, menginfokan beberapa pesan masuk. Salah satunya dari Mbak Fia, pemilik sepasang mata di balik kaca, sedangkan pesan yang lainnya berasal dari pemilik kresek berisi air mineral yang sedari tadi ikut mendengar keluh kesah Lia.






