Cerpen – Hoer Verde by Zuni Nurfadila

Saras memandang semua teman-temannya sejenak dan matanya kembali mengarah ke discman yang mulai berhenti memutar lagu itu.

“Suatu saat segala sesuatu yang hidup itu akan mati, entah kita siap mati atau tidak, hari itu pasti tiba. Itulah arti yang kutangkap dari lagu ini,” jelas Saras.

“Tapi kenapa discman ini bisa diputar, dan bukankah harusnya alat musik ini sangat langka?” tanya Aji heran. Ia mengambil discman itu dan meneliti setiap sudutnya.

Cerpen – Hoer Verde by Zuni Nurfadila

“Pasti ada orang lain selain kita di sini, dan kemungkinan dia yang menyalakan discman ini,” terka Warta menduga-duga.

Tiba-tiba mereka mendengar suara teriakan Indah yang berada di ujung lorong rumah. Mereka pun menyusul Indah dan ikut terkejut dengan sebuah tulisan yang berada di dinding lorong.

There is no salvation, sepertinya tulisan ini dibuat dengan terburu-buru. Lihat tulisannya tidak rapi dan ia menuliskan … dengan arang,” ucap Aji sambil mengernyit heran.

Saras memeriksa sekeliling. Ia menemukan sebuah senapan yang cukup berdebu  di antara tumpukan kayu. Aji langsung mengambil senapan itu dari tangan Saras dan menelitinya.

“Senapan laras panjang yang terlihat klasik, sepertinya ini merek MG-42. Sangat tidak mungkin jika penduduk desa memiliki senapan ini. Aku pernah mendengar jika senapan laras MG-42 hanya dibuat untuk tentara NAZI Jerman dan pasukan Hitler pada Perang Dunia II. Senapan ini cukup mahal dan bagaimana seseorang bisa memiliki senapan laras MG-42 ini dengan mudah?” Aji melirik temannya sekilas dan melanjutkan penjelasannya.

“Kata Ayah, senapan ini sangat istimewa. Ia dijuluki Gergaji Hitler karena dapat menembak 1.200 butir peluru per menit, tetapi senapan ini bisa meleleh jika ditembakkan terus selama 5 menit.”

“Jadi, kemungkinan desa ini kosong karena penduduknya dibunuh dengan senapan ini? Begitu?” tanya Indah.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn