Anira kembali menatap ke arah depan. Bertepatan dengan itu, sosok laki-laki yang berjongkok tadi juga berdiri. Tak disangka tubuh mereka bertabrakan. Sontak Anira menaruh kedua tangannya di depan dada, begitu juga yang dilakukan oleh Relgo. Mungkin karena posisi Anira yang berdiri terlalu dekat di belakang Relgo.
Hanya bertabrakan begitu saja membuat Anira tidak bisa mengontrol detak jantungnya. Setelah bertabrakan tadi, Relgo segera beranjak dari tempat itu. Berbeda dengan Anira yang cepat-cepat mencuci tangannya.
Sekarang Anira sudah berada di dalam kelas dengan seragam putih abunya. Ia baru saja selesai berganti pakaian. Anira masih belum bisa melupakan kejadian tadi.
Jika diingat-ingat, Anira merasakan sesuatu tengah menggelitiki perutnya. Bertabrakan seperti tadi tak pernah dibayangkan oleh Anira. Kebiasaan Anira adalah, menempelkan kepalanya di atas meja, lalu memejamkan mata dan mulai berkhayal.
“Adegannya kurang romantis kayak di film-film. Seharusnya, lo harus sampai jatuh terus akhirnya Relgo nyelamatin lo,” ucap Dena.
“Lo sendiri yang bilang gue harus move on. Sekarang kenapa malah lo dukung?” Anira mengatakan itu dengan posisinya yang sama.
Artikel yang sesuai:
“Gue enggak ada bilang dukung lo. Kalau kayak gini terus, sampai seratus abad lo enggak akan bisa move on, capek gue kasi pencerahan. Percuma!”
Mendegar perkataan Dena, Anira segera mengangkat kepalanya. Ia menatap kesal ke arah Dena. “Lo do’ain gue?”
“Anira, Anira. Gue bicara fakta.”
Hari berganti hari dan Anira masih saja memikirkan Relgo. Entah sampai kapan kisah Anira dan Relgo berakhir. Sepertinya kisah itu akan berakhir detik ini juga. Anira dengan posisinya duduk di sofa sembari bermain ponsel tak sengaja melihat story whatsapp Relgo. Mungkin laki-laki itu menyimpan kontaknya saat Anira mengirimnya pesan dengan alasan salah kirim.
Anira yang awalnya menyandarkan tubuhnya pada sofa, kini bangkit dari duduknya. Jarang sekali story Relgo muncul di ponselnya. Namun, sekalinya muncul, Anira justru melihat foto perempuan pada story tersebut. Jangan lupakan caption love berwarna putih. Detik itu juga, ada rasa yang begitu mengganjal hati Anira. Perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apakah perasaan cemburu? Anira tak mempunyai hak untuk itu. Tetapi, hatinya sangat kecewa.
Jangan tanyakan lagi apakah Anira akan memberitahu hal itu pada Dena atau tidak. Tentu saja ia akan menceritakan semuanya kepada Dena. Kemarin merupakan hari patah hati bagi Anira. Semua keluh kesah Anira akan ia sampaikan pada sahabatnya itu.
“Apa gue bilang? Move on!”
Anira harus mendengarkan kata yang sama lagi dari mulut sahabatnya.
Anira melihat kembali story Relgo. Namun, storynya sudah tidak ada. Seharusnya itu masih terlihat, kecuali Relgo menghapusnya lebih awal.
“Tapi, tadi pagi gue lihat, story yang kemarin udah hilang.”
“An!” Dena merasa geram dengan sahabatnya yang satu ini.
“Storynya bisa aja hilang sekarang. Tapi besok, dia bisa buat lagi. Jangankan besok, nanti aja dia buat lagi. Kita lihat aja,” lanjut Dena.
“Ceweknya cantik, ya. Gue jadi insecure.” Anira mengembuskan napas pelan.
“Semua orang cantik di mata orang yang tepat. Udah jangan insecure. Insecure aja enggak ada untungnya buat lo.”
“Kalau kata emak gue, gue orangnya cantik … cantik attitudenya.” Diakhir kalimatnya Dena tertawa puas.
Dari kejadian itu, Anira berusaha keras untuk melupakan Relgo. Meskipun sangat susah tetapi keyakinannya begitu kuat untuk melupakan laki-laki itu. Lambat laun, perasaannya terhadap Relgo mulai menghilang.
Tentu tidak membutuhkan waktu yang singkat. Anira perlu waktu yang cukup lama untuk menghilangkan perasannya. Anira belum bisa melupakan Relgo sepenuhnya. Tetapi, ia sudah mulai terbiasa. Percayalah perasaan itu akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu.
Terima kasih telah memberikan kenangan dalam hidup ini!
Penulis: Ni Made Yuliantari