
Semua orang terdiam seribu bahasa. Hingga salah seorang penduduk melepar batu ke arahku. Kepalaku mengeluarkan darah segar dan sungguh sakitnya luar biasa.
Cerpen – Melawan Takdir untuk Matahari Terbenam by Marni
“Apa dengan ini mampu merubah takdir kalian?!”
“Saya mohon! Dengarkan hati nurani kalian. Dengarkan keluhan anak kalian yang selama ini bungkam karena paksaan kalian.” Bibirku bergetar hebat. Tak terasa butiran bening keluar begitu saja.
“Pak Ketua. Apa Anda rela melepaskan Putri besok lusa? Apa Anda siap menerima kabar hal yang sama dengan anak lainnya?”
“Pergi!” Bu Liani menarikku kasar.
Artikel yang sesuai:
“Saya mohon, Nduk. Kamu harus pergi dari sini. Orang kampung sini berbahaya untuk kamu!”
“Tidak. Saya tidak bisa meninggalkan kalian. Tujuan saya di sini bukan hanya untuk masa depan anak kalian, tetapi untuk kebaikan kalian semua!” teriakku frustrasi.
“Semuanya! Ini kali terakhir saya menginjakkan kaki di sini. Tujuan saya ke sini karena saya tahu. Tidak lama lagi kampung kalian akan digusur untuk pembuatan vila dan anak kalian akan mereka jual ke luar kota untuk modal mereka!”
“Pembohong!” Aku meringis ketika sebuah kayu mendarat di pundak.
Aku lihat Ayah Putri melangkah mendekatiku. “Tenang! Saya harap semuanya tenang.”
“Nduk, Saya mengerti akan kepedulian Anda. Dari dulu saya tahu tujuan Anda ke sini.”
“Nduk, hidup kami di Jakarta dulu tidak beruntung. Kami lebih nyaman di sini. Kami sebagai orang tua tidak ada yang ingin melihat anaknya menderita. Kami terpaksa menikahkan mereka dengan saudagar kaya agar mereka bisa hidup bahagia.”






