
Semua penduduk masing-masing mengambil anak-anaknya. Semua orang berdiri melingkar menatapaku penuh selidik.
“Diberi hati maunya jantung!”
Cerpen – Melawan Takdir untuk Matahari Terbenam by Marni
“Ternyata kamu orangnya yang telah mengotori pikiran anak-anak kami!”
“Saya sudah menduga dari dulu!”
Perkataan pedas dari penduduk mulai kudengar. Tidak! Aku tidak akan mundur. Pertarunganku hari ini baru saja di mulai.
Artikel yang sesuai:
Aku berdiri tegas dengan tatapan tajam dan kedua tangan ini mengepal menahan amarah. “Apa salah anak kalian hingga kalian perjual belikan?” Kucoba melembutkan intonasi bicara meski rasa kecewa dan amarah mulai menggunung.
“Jaga mulut Anda!” bentak Ayah Putri. Kulihat Bu Alini menenangkan Ayah Putri. Selama ini hanya Bu Alini dan Putri yang mendukung tujuan utamaku.
“Apa untungnya kalian menikahkan anak kalian diusia dini? Usai mereka belum cukup matang untuk menghadapi rumah tangga. Mereka butuh pendidikan, mereka butuh dukungan dari kalian untuk menuju masa depan.”
“Ini hidup kami! Kamu bisa saja kami singkirkan jika saja kamu tidak tinggal di tempat Ayah Putri.” Aku tersenyum miris. Memang benar, andai saja Ayah Putri tak mengizinkan aku tinggal di gubuknya sudah jauh lama aku tersingkir. Ayah Putri adalah seorang Ketua di kampung Mentari Terbenam Ini.
“Apa hak kalian atas hak anak kalian? Apa untungnya dengan menikahkan anak kalian di usia dini?! Bongkar otak kalian. Cobalah mengerti dan tidak egois. Semua orang termasuk anak kalian mempunyai hak masing-masing untuk memilih tujuan hidup.” Aku menarik napas dalam dengan mengeluarkannya secara kasar.
“Saya dengar-dengar. Beberapa Anak kalian yang telah dinikahkan meninggal dunia karena mentalnya terguncang. Betul apa betul para orang tua?”






