
“Eh berhenti ketawa, lihat dia kenapa?” tanya Bima.
“Lagian, dia imut banget pas kontak mata sama Kean,” ucap Abi seraya memegang perutnya yang sakit karena tertawa.
“Gue semakin tertarik dengan dia. Tapi, untuk saat ini gue juga khawatir. Sial!”
“Udah kita lihat dari sini aja,” ucap Gema yang disetujui oleh Kean.
Aku masih tetap memijat dahiku, “Riska kita ijin pergi ke kantin ya. Kamu mau ikut?” tanya Dea.
Artikel yang sesuai:
“Aku tidak ikut, kalian duluan saja.” Ucapku seraya bersandar di tembok. Saking fokusnya memijat dahi, aku mendelik kaget. Tunggu, kenapa masih banyak pasang memandang kesini. Aku melihat ke samping tidak ada siapa-siapa. Geng cinta sudah pergi, lalu siapa yang ditatap. Apa mereka anak indigo?
Aku pindah tempat ke pojok kanan, mungkin mereka marah karena aku menempati tempat kuasa geng cinta. Terlihat dari tiga kelompok pemuda yang memandangku tadi dengan tajam. Sudah, aku sekarang masih diam memandang buku kecilku. Tapi, tetap saja aku merasa di awasi. Pada saat aku menatap sekeliling. Aku, terkejut lagi.
Aku kira mereka sudah tak memandangku dengan tajam. Ternyata masih, hayo lah aku sudah pindah tempat. Kenapa mereka tetap memandangku kayak buronan?
Sekumpulan pemuda berjumlah empat orang berjalan menuju ke arahku. Mereka duduk lalu, “boleh bergabung denganmu?”
“Eh, iya silakan.”
“Mampus, pasti mereka akan memarahi aku,” batinku.
“Hei, kita perkenalan dulu yuk!” ajak seseorang pemuda yang sedari tadi menatapku tajam.
“Heum, iya. Nama ku Riska, kalo kalian?”
Tapi, boleh kah aku mencatatnya agar aku ingat,” ucap ku dengan takut.
“Boleh, silakan. Kalo aku Kean, dia Abi, yang makan permen Gema, lalu dia Bimo.” Ucap Kean seraya melirik ke teman-temannya. Kean terus memandang Riska yang menulis dibuku kecil itu. Riska memandang mereka dengan takut, ia lupa tujuan mereka berkenalan untuk apa. Apakah ia bakalan disuruh jadi babu kayak di novel-novel ia baca?
“Hai, jangan takut. Kami di sini ingin berteman denganmu,” ucap Abi yang kentara melihat Riska takut.





