Cerpen – Buronan yang Menyerahkan Diri by Siti Khotimatun Hasanah

Cerpen - Buronan yang Menyerahkan Diri by Siti Khotimatun Hasanah
Sejak gelap mulai membungkus ruangan, Sobari memasang telinga tajam, waspada akan siapa pun yang datang. Samar-samar ia mendengar langkah kaki mendekat, kemudian terdengar suara gerendel sedang dibuka. Sobari yakin sekali kalau yang datang adalah dua orang yang tadi siang. Mendadak ia mendapat ide untuk berpura-pura tidur, seolah masih tak berdaya.

“Di mana bedebah itu?” Suara perempuan.

Dalam kepura-puraannya Sobari terkejut. Ternyata dua orang yang datang tadi siang, sekarang datang bertiga. Ditambah Sobari mengenal suara perempuan itu: Ibu Sarinah, pemilik kontrakan. Dugaannya ternyata benar, kebaikan Ibu Sarinah yang selama ini membiarkan Sobari tetap menempati kontrakannya memang mencurigakan, padahal ia sudah enam bulan menunggak. Umumnya pemilik kontrakan, seharusnya Sobari sudah didepak tanpa ampun.
Ruangan mendadak terang, kelopak mata Sobari sempat bergerak, belum siap menerima cahaya. Dia sedari tadi tidak memperhatikan kalau di ruangan itu ternyata terdapat lampu.

“Kalian tidak mengikatnya?”

“Bedebah ini sudah kami buat babak belur, Juragan. Jangankan melarikan diri, mengangkat tubuhnya sendiri saja tidak berdaya,” kata salah satu tukang pukul, dia menyeringai, temannya mengiakan.

Ibu Sarinah melangkah mendekati Sobari yang berada di pojok ruangan. Salah satu tukang pukulnya melempar Sobari dengan balok kayu.

Sobari berpura-pura baru terbangun dari tidurnya, dia mendesis, lagi-lagi berpura-pura menahan sakit.

“Kau tidak terkejut melihatku, Sobari?” Ibu Sarinah tersenyum misterius.

Sobari tidak menjawab, dia sedang mengincar pintu yang masih dibiarkan melompong. Tukang pukul Ibu Sarinah benar-benar terlalu meremehkan.

“Sebentar lagi sudah waktunya tiba kau membayar tunggakan kontrakanmu.” Senyuman Ibu Sarinah kali ini terlihat culas, Sobari menangkap ada hal ganjil di balik penyekapan ini.

“Salah satu warga mengenali wajahmu, mereka melapor pada polisi. Ditambah hari ini debt kolektor entah yang ke berapa datang ke kontrakan. Memangnya apa yang bisa mereka sita dari seorang Sobari? Pengangguran ulung dan suka berjudi. Terjerat banyak pinjaman online, sampai gali lubang sana-sini.”

Kedua tukang pukul itu tertawa mendengar perkataan juragannya.

“Kau tahu bagaimana caranya mendapatkan uang banyak secara instan?” Ibu Sarinah tersenyum miring, lalu melanjutkan perkataannya, “bukan dengan cara berjudi, Anak Muda. Ada yang lebih instan daripada itu.”

Sembari mendengar celotehan wanita itu, Sobari diam-diam beringsut mendekati balok kayu yang tadi dipakai tukang pukul untuk melemparnya.

Dua orang pria memakai jas putih khas seorang dokter tiba-tiba memasuki ruangan. Melihatnya, Ibu Sarinah berkata, “Dokter spesialis bedahku ini adalah jawabannya.”

Sobari menelan ludah berat, jantungnya terasa mencelos dari tempatnya. Secepat mungkin dia harus menemukan cara untuk keluar dari ruangan itu. Tanpa pikir panjang Sobari meraih balok kayu dan segera memukul ke kepala Ibu Sarinah. Harga diri laki-laki tidak bermain fisik pada wanita tidak berlaku saat ini. Ketika wanita itu memekik kesakitan dua tukang pukulnya kalap, antara menolong juragannya yang terluka atau mengejar tawanannya.

Sebelum berlari keluar, Sobari melempar balok kayu pada dua dokter abal-abal. Dokter itu ikut kalap, terkejut dengan apa yang terjadi. Tak menduga calon pasiennya yang terlihat tak berdaya ternyata akan menyerang.

Ibu Sarinah berteriak marah, menyuruh dua tukang pukulnya untuk segera mengejar Sobari. Sementara itu Sobari sudah berlari menembus kegelapan. Dia terus berlari secepat mungkin, sejauh fisiknya menyanggupi. Kakinya yang telanjang merasakan rumput-rumput basah, dia menduga bahwa tempat ini jauh dari permukiman penduduk. Mungkin kebun atau hutan antah berantah. Dia terus berlari mengejar cahaya sekecil apa pun. Napasnya mulai terengah-engah, kakinya mulai lelah, tapi dia tak berhenti berlari. Dia yakin dua tukang pukul Ibu Sarinah pasti takkan berhenti mengejarnya.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn