Cerpen- See You When Our Path Cross Again by Tiana Rayunda

Saat itu Ibu Narka menjemput Narka di jam pelajaran olahraga. Aku menganggukkan kepala. Narka terlihat menghela napas.

“Ibu udah ngerencanain buat pindah ke Makassar sejak hari itu, sekalian pindah kerja di sana. Ibu nggak kuat kalau harus keinget kecelakaan Bapak setiap keluar rumah. Jadi, aku iyain permintaan Ibu buat pindah ke Makassar, asal aku dibolehin nyelesaian SMA di sini.” Narka tersenyum simpul, mengaduk mie ayamnya dengan wajah sendu.

Sebuah Jawaban

Aku tidak tahu harus menanggapi apa, sehingga aku hanya terdiam sembari memperhatikan Narka yang meneruskan bicara.

“Lagian, aku nggak mau nyesel suatu saat, Nya, kalau nggak bilang ke kamu. Tapi sorry kalau itu malah bikin kamu kepikiran …” dia terdiam kembali.

“Selain itu, aku juga takut nggak bisa lupain kamu semisal kamu nolak aku. Kalau aku pindah, ‘kan lebih gampang lupainnya, dan mulai belajar ikhlas sama kepergian Bapak, sih,” lanjutnya terkekeh hambar.

“Aku ngerti kalau kamu pindah ke Makassar karena alasan itu. Semoga kamu sama Tante bisa merasa lebih baik dan ngerasa lebih lepas di sana. Tapi, buat pernyataan kamu soal suka … aku, aku harus gimana? Harus aku jawab atau aku harus apa?”

Sepertinya pertanyaan yang tak lebih dari dua puluh kata itu cukup berat untuk Narka jawab. Dia menunduk lagi, membiarkanku melihat garis rambutnya.

“Aku tau, Nya, kamu nggak punya perasaan yang sama buat aku. Jadi, kamu nggak perlu jawab, aku udah tau jawabannya.” Narka lagi-lagi menatapku lembut.

Ada sedikit rasa ganjil dalam diriku melihatnya. “Kamu juga nggak perlu ngapa-ngapain, aku oke kok. Makasih juga doanya.”

Narka tersenyum simpul, mendapatiku menatapnya dengan perasaan tidak enak. “Nggak usah khawatir, Nya, aku udah nyiapin diri sejak naruh surat itu. Tapi, kayaknya kamu nggak pernah buka paket MTK, jadi nggak pernah tuh aku lihat kamu kayak gini. Pilih kasih sih, sama MTK.”

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn