Cerpen- See You When Our Path Cross Again by Tiana Rayunda

“Nya, kamu udah baca surat di buku paket MTK itu?” Nadanya serius, tidak seperti nada bercanda Narka di hari-hari biasa.

Aku menelan ludah, menganggukkan kepala dengan kaku. “Kenapa baru sekarang sih, Ka? Kamu mau ke Makassar ‘kan? Terus kenapa malah nulis kayak gitu?”

Aku tidak tahu raut wajahku seperti apa sekarang, yang pasti, respon Narka adalah mengendurkan ekspresi wajahnya. Cowok itu mengembuskan napas, menyugar rambutnya yang sedikit mulai panjang.

Kantin dan Kita

“Nanti habis ngembaliin buku, ke kantin yuk, Nya, kita ngobrol gitu.” Narka menatap mataku dengan lembut, memintaku mengiyakan ucapannya. Aku mendesah kecil, menganggukkan kepala.

Aku tidak tahu definisi mengobrol bagi Narka hanyalah mengaduk semangkuk mie ayam sembari menunduk dan saling diam. Kami telah menghabiskan waktu dua jam duduk di kantin, tanpa melahap mie ayam yang telah mendingin.

“Nya, mau ngobrol sekarang?” Cowok itu memulai pembicaraan. Aku menghela napas pelan, mengangguk.

Sorry, Nya, jadi canggung gini. Aku nggak maksud bikin canggung, suer! Kalau disuruh milih, aku lebih suka jahilin kamu.” Dia mengangkat jari telunjuk dan tengahnya menjadi huruf V.

Aku terkekeh pelan, rasa canggung kami sedikit meluruh akibat guyonan recehnya. “Aku nggak mau maafin. Kamu bikin kepikiran, sih!” Aku tidak benar-benar marah, malah menatapnya dengan sorot lembut. Narka melakukan hal yang sama, sorot matanya tampak lega.

“Jawab pertanyaanku tadi, kenapa baru sekarang? Kamu punya waktu buat bilang ‘kan? Hidupku ‘kan nggak selalu komedi, jadi aku nggak bisa terus-terusan ketawa kalau dapat surat kayak gitu.”

Narka menghela napas, menatap segala arah sebelum menatapku kembali.

“Kamu ingat ‘kan kelas sebelas dulu Bapakku meninggal?” Ucapan Narka membawa ingatanku pada satu tahun lalu.

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn