Di ambang batas kesadaranku, sayup-sayup aku masih bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang Laras dan Ibuku bicarakan.
Lagi-lagi mereka membahas tentang aku dan Bagas.
Entah sudah berapa kali mereka membicarakan aku dan Bagas secara diam-diam. Dan entah sudah berapa kali juga aku menguping diam-diam pembicaraan mereka.
“Apa Nadia sudah tidur?” tanya Ibuku pada Laras.
“Baru minum obat, mungkin dia akan tertidur sebentar lagi.”
Artikel yang sesuai:
“Apa Nadia masih sering membicarakan Bagas?” Aku bisa merasakan sarat akan kekhawatiran dari pertanyaan yang Ibu ucapkan.
Selang beberapa menit aku tidak mendengar jawaban dari Laras, mungkin saja dia menjawab hanya dengan anggukkan atau gelengan.
“Ibu sangat khawatir Ras, ini adalah satu-satunya cara yang bisa Ibu lakukan untuk pemulihan Nadia. Ibu harap kamu tidak akan pernah lelah untuk tetap di samping Nadia, temani dia hingga sembuh. Ibu sangat bergantung dengan keberadaanmu di sini.”
Lagi-lagi aku mendengar Ibu menangis, aku tidak tahu kenapa dia selalu menangis saat membicarakan tentang Aku dan Bagas.
“Ibu tenang saja, Aku akan tetap di sini menemani Nadia. Aku juga akan jelaskan dengan hati-hati pada Nadia untuk mengikhlaskan Bagas, Bagas pasti juga sangat sedih di sana kalau mendapati tunangannya sedepresi ini setelah dia tinggal.”
Dan entah kenapa aku sangat benci saat mereka terus mengatakan kalau Bagas telah tiada.
Tolong katakan padaku bahwa mereka memang berbohong.
Penulis: Alifatus Sintia Devi