Cerpen – Jaga Diri, Jaga Ucapan by Siti Khotimatun Hasanah

Cerpen - Jaga Diri, Jaga Ucapan by Siti Khotimatun Hasanah

Tujuh bulan yang lalu, tepatnya saat malam takbiran, persis tengah malam ketika lantunan mengagungkan nama Tuhan diberhentikan. Sebagian anak-anak memilih menginap di musala, nanti jelang Subuh mereka akan melanjutkan takbir lagi. Empat anak remaja memilih beranjak dari musala. Di antaranya ada Yasmin, Ayu, Ika, dan Sinta.

“Wati di mana?” Ika berceletuk. Tadi mereka berlima berangkat bersama, jadi pulang pun harus bersama.

“Tadi dijemput pacarnya. Pulang duluan.” Sinta yang menjawab.

“Walah bocah! Pulang ndak bilang-bilang.” Ayu mengomel. Yasmin menenangkan, bilang lebih baik segera pulang agar orang tua mereka tidak khawatir.

***

Di bawah pohon beringin besar, letaknya di belakang bangunan sekolah, kondisinya remang-remang. Sepasang kekasih sedang asik bercumbu.

“Kamu mencintaiku, Wati?” David berbisik.

Wati mengangguk. Empat temannya tahu, dia tergila-gila dengan David. Wati hanyalah gadis remaja yang belum mampu mengendalikan perasaannya, sementara David adalah pemuda dewasa yang jelas jauh lebih lihai. Pemuda bajingan itu memanfaatkan keluguan si gadis.

Sempat ada mimik penolakan ketika David mulai melakukan hal lebih. Namun, dia segera meyakinkan, “Aku janji akan bertanggung jawab. Kamu mencintaiku, ‘kan?”

Wati mengira apa yang dilakukan David padanya adalah cinta, dia tidak tahu jika itu hanyalah pelampiasan nafsu yang sudah lama direncanakan.

Meski esok lusa  sungguh dinikahi, tapi David melakukannya karena tuntutan keluarga. Tidak ada yang tahu, di kemudian hari David bisa saja menceraikannya. Menghancurkan cinta sekaligus kehidupan si gadis remaja.

Malam itu Yasmin tertidur lelap di rumahnya, tanpa mengira esok hari ia menjadi bulan-bulanan mulut tetangga. Entah bagaimana fitnah itu menyasar kepadanya, padahal dia tidak tahu apa-apa.

***

Lihatlah hari ini. Kebenaran itu telah terungkap. Yasmin memang sakit hati, dia harus menanggung beban atas apa yang tidak diperbuatnya. Kadang kala rasa sakit memang tidak harus selalu dibalas dengan rasa sakit juga. Biarkan kebenaran dan fakta yang berbicara. Jangan pernah takut walau berdiri sendirian di dalam kebenaran, karena hakikat kebenaran tidak akan pernah mengkhianati orang-orang yang ada di pihaknya. Seseorang hanya perlu sabar dan tidak usah membalas. Ada Tuhan di setiap kesabaran. Innallaha ma’asshobirin.~

Penulis: Siti Khotimatun Hasanah

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn