Indah sedang merasa gelisah. Dia ingin mencari pekerjaan baru, tapi masih tidak yakin untuk resign karena kondisi keuangan keluarganya belum stabil selepas kepergian ayahnya. Untuk melepas rasa penatnya di malam jumat, Indah berselancar di internet untuk mencari inspirasi menulis artikel di blog pribadinya. Indah sedang browsing di sebuah mal seraya menunggu Ollie dan Mita yang sedang berburu baju keluaran terbaru di Broto Distro.
Cerpen – Tekad Pelebur Batas by Nadiya Damayanti
“Penyesalan yang lebih baik dihindari sebelum umur 30 tahun… Ketemu!” gumam Indah sambil mengetik judul yang akan dijadikan referensi tulisannya.
“Ndah, pindah tempat, yuk. Baju yang kita mau cari enggak ada,” ucap Ollie.
“Iya, nih. Nyebelin banget,” tambah Mita.
“Yaudah… kalian jalan duluan ke mana lagi terserah, deh. Gue mau ngelarin edit artikel dulu. Ntar kabarin aja kalian akhirnya mampir ke mana, ya.” Ollie dan Mita pun jalan keliling mal lebih dulu, meninggalkan Indah di bangku dekat toko baju yang tadi mereka kunjungi.
“Gue minta tolong banget, ya sama kalian buat bantu cari kenalan fotografer yang harganya waras buat acara pernikahan gue sama cewek gue nanti,” curhat Fendi kepada Faisal dan Ali. Mereka sedang nongkrong di sebuah kafe, Kamar Kahwa namanya.
Di saat yang sama, kedua teman Indah akhirnya melipir ke kafe yang sama karena kaki mereka sudah kesakitan akibat terlalu lama berjalan dengan wedges yang mereka kenakan. Dengan tatapan tajam, Mita melihat kehadiran Faisal dan kawan-kawan.
“Ollie, itu si Faisal, kan? Demenannya si Indah,” ujar Mita sambil menepuk-nepuk bahu temannya. Sambil merapikan poni, ia memerhatikan laki-laki yang tadi ditunjuk Mita. “Iya bener. Ada Fendi sama Ali juga. Kita nimbrung sama mereka aja kali, ya. Pasti seru,” cetus Ollie. Di saat itu, Indah menelepon Ollie.
“Indah telepon, Ta,” ucap Ollie.
“Lo di mana?” tanya Indah.
“Di Kamar Kahwa. Lo cepetan ke sini, ya, Ndah,” jawabnya.
Ollie dan Mita bergegas menghampiri meja Faisal and the gang. Setelah berbasa basi, mereka pun dipersilakan untuk duduk di sana. “Kayaknya ada yang kurang, ya,” celetuk Fendi. Faisal melempar tatapan gemas ke arah Fendi dan Ali. “Indahnya udah sampe, tuh.” Ollie menunjuk ke arah Indah, lalu melambaikan tangan sebagai kode untuk duduk bersama.
“Makasih, ya, Fendi buat traktirannya.” Ollie, Mita, Ali, dan Fendi memutuskan untuk pulang. Tersisa Indah dan Faisal yang masih duduk di kafe. Faisal meminta Indah untuk mengobrol sebentar.
“Kabar baik, Sal?” tanya Indah.
“Baik, kok, Ndah.” Obrolan mereka masih kaku. Mereka berdua sama-sama teringat momen buruk ketika Ayah Faisal ketahuan meracuni Ayah Indah karena masalah persaingan bisnis.
“Bokap lo apa kabar, Sal? Gue titip salam, ya buat bokap,” ujar Indah.
“Bokap baik, kok. Nanti gue sampein salam dari lo.” Faisal lalu mencondongkan posisi ke Indah untuk menyampaikan sesuatu.
“Ndah, lo mau enggak jadi istri gue?” Indah terkejut dengan pertanyaan Faisal.
Indah berpikir sebentar. Dia tidak bisa berbohong. Faisal masih memiliki tempat di hatinya.
“Iya, gue mau. Malam ini kita ketemu sama nyokap, ya,” jawab Indah.
“Iya, Ndah. Kita ke rumah lo sekarang,” ucap Faisal dengan mantap.
“Cinta materi membuat kita buta. Tapi, cinta berhiaskan perikemanusiaan membuat kita mampu memaafkan cela.” – Nadiya Damayanti
Penulis: Nadiya Damayanti