Daftar isi
ToggleTarian Kehidupan
Sebuah tarian kupersembahkan,
dari para pemeran kehidupan.
Menceritakan tentang sebuah kesedihan,
hal yang biasa bagi rakyat jelata.
Tentang mereka yang kuat,
lengkap dengan senyumannya.
Tak pernah mereka berkeluh kesah,
hadapi setiap cobaan yang ada.
Para penari kehidupan yang lihai,
bergerak penuh leluasa,
mereka yang terus bekerja,
dari pagi hingga pagi buta.
Lihatlah engkau yang lengkang kaki,
hanya tahu-menahu perihal menikmati,
pertunjukan yang tak pernah jeda,
yang kadang kau anggap jenaka.
(September 2021)
Artikel yang sesuai:
Kumpulan Puisi Tertinggal Pada Senja Itu by Zaskia Zahwa Tsamara
Kanvas di Dinding
Kanvas di dinding yang telah terlukis,
memaparkan senyumnya yang indah.
Menggambarkan parasnya yang begitu menawan,
walau-kutahu-hidupnya tak seperti demikian.
Kanvas rapuh yang terpajang,
dengan permukaan timbul-tenggelam,
memperlihatkan seorang gadis berbaju biru,
yang kelak menjadi penting dalam kisah hidupku.
Tentang tawanya yang begitu merdu,
beserta senyumnya yang tak kenal waktu.
Jiwa mudanya terus membara,
seakan tak kunjung tua.
Ia yang tak pernah alpa memberi semangat,
namanya selalu ada dalam ayat-ayat paragraf.
Ialah inspirasi atas bait-bait syair,
sosoknya yang selalu dinanti.
(Oktober 2021)
Salah Langkah
Langkah yang berat,
napas yang terengah.
Diam, tak tahu harus berkata apa.
Tak tahu pula ingin ke mana.
Detak-detak yang tak pernah usai,
saling kejar dengan langkah ini.
Tanpa pernah tahu,
tanpa pernah paham,
apa yang dunia ini butuhkan?
Langkah-langkah yang kini tersesat.
Diri ini pun juga tenggelam.
Masihkah tetap berharap?
Masihkah ingin memijak bumi?
Harap-harapku ini berakhir,
meski sisakan tangis dalam hati.
Andai hari akan berganti,
kuharap esok takkan ada tangis.
(Oktober 2021)
Upacara Senja
Saat duka menyerang,
tisu tak sanggup menopang.
Dan bagaikan senja yang kehilangan,
kutertidur dalam selimut lara.
Seperti lukisan di kanvas,
langit memudar warnanya.
Kita saling berpelukan,
sebagai tanda perpisahan.
Air yang mengalir deras pada wajah,
tak perlu kau tutupi.
Biarkan ia tertinggal pada senja,
hingga kau tak pernah lagi menyesalinya.
Kutitipkan engkau pada angin,
agar kau pulang tidak sendiri.
Dan, begitulah upacara ini berakhir,
tinggallah cerita dalam sunyi.
(November 2021)
Ruai
Kuterbangun pada senja kesekian,
melihat mentari yang mulai terbenam.
Perlahan ia pergi,
sama dengan dirimu yang tak ingin kembali.
Arogansi memeluk kita satu sama lain,
menciptakan suar dan saling memaki.
Hingga, sebuah tanya terbentuk,
sampai kapankah kita terjebak dalam kisah semu?
Saat tangisku tertinggal pada sepotong senja,
bisakah aku menangis?
Sampai waktu menjemputmu,
apakah kita akan runtuh?
(November 2021)
Bersama Detik
Detik-detik merintik diam,
waktu pun enggan berjalan.
Dan aku sendiri menyaksikan,
bahumu hilang dalam kerumunan.
Dan aku bagaikan landak,
sepi melawan hujan.
Tanpa sebuah penghangat lagi,
karena engkau telah pergi.
Derasnya hujan adalah saksi bisu,
tangis yang pecah akan sebuah pilu.
Gelangan yang ada di sekitarku,
mungkin adalah kolam rindu.
Ingatkah engkau perihal jalan pulang?
Atau kau mau agar kujemput?
Kini, aku masih di sini,
bersama detik yang masih berhenti.
(Oktober 2021)
Pusara kelu
Hening angin berhembus,
jasad kaku dan membusuk.
Dengan tanah yang tandus,
pelengkap hati yang rindu.
Di bawah kesaksian awan,
ia menangis sejadi-jadinya.
Melepas yang kini telah kelu,
ini aku yang terkubur bisu.
Dunia yang seakan terhenti,
dengan waktu yang tak pernah menghianati,
memberi pengumuman pahit,
kini aku telah mati.
Ia coba menggali sang kubur,
dengan harap menyusulku.
Walau semua kan sia-sia,
tubuhku tertelan oleh semesta.
(September 2021)
Penulis: Zaskia Zahwa Tsamara