Cerpen – Senja Merah Jambu by Putri Anggraeni

Manusia akan selalu merasakan manisnya pertemuan, dan pahitnya perpisahan.

Biru langit telah bertukar peran dengan senja merah jambu. Petang itu, bayang-bayang Biru yang telah mengukir jutaan kisah seolah memaksa Jingga untuk mengingat kembali segala hal yang telah terjadi.
“Hidup itu bukan perihal bernafas saja, kamu tahu itu?”

Laki-laki dengan balutan jaket bomber rona abu itu mengulas senyum. Ialah Biru Langit. Birunya Jingga yang tidak akan pernah mati seiring berjalannya waktu.

“Hidup itu harus bernafas, Biru. Jantungnya harus berdetak, itu pasti.”

Cerpen – Senja Merah Jambu by Putri Anggraeni

Bentala Jingga, perempuan dengan seluruh luka hatinya. Kata Biru, Jingga itu kuat, Jingga hebat, Jingga adalah angkasanya Biru. Bohong. Jingga menyangkal semuanya.

“Apa kisah kita akan usai juga, Biru?” pendar mata yang kian redup. Jingga tahu, ini telah usai. Hanya saja, ia menyangkal seluruh kebenaran yang telah terjadi hingga mengantarnya pada titik ini.

Biru tertawa, menggelegar di seantero pantai. “Kita telah melukisnya, Jingga. Lukisan itu akan abadi.” Biru masih melengkungkan kedua sudut bibirnya. Menatap dalam— mengunci pada satu objek, kepada Jingga. “Melukisnya dimana? Aku tidak bisa melihatnya!”

Petang yang seolah menentang, membuat hawa menjadi senyap dan pengap dalam satu waktu. Biru menggapai jemari Jingga, meletakkannya tepat pada degupan jantung perempuan itu. “Disini. Di setiap deru nafasmu, di setiap detak jantungmu, di setiap tempat yang telah kita lalui.”

WhatsApp
Facebook
Twitter
LinkedIn