“Ini semua gak ada hubungannya dengan Zasya. Kita itu udahan karena ulah lo juga!” Sebenarnya, aku tak suka membentak seorang pun, apa lagi seorang wanita. Namun, Alea sudah kelewatan batas. Amarahku tak dapat lagi ditahan.
Alea seketika menunduk. Dengan tawa licik, ia mengeluarkan sebuah senja api. Hal illegal yang ia dapatkan sebagai hadiah di ulang tahunnya yang ke-17 tahun.
“Kalau aku gak bisa dapatin kamu, maka gak ada satu pun orang yang bisa dapatin kamu!”
Dorr…
Dan semenjak kejadian itu, aku tahu, kau selalu mencariku. Menanti kepastian tentang keberadaanku. Sempat terbesit di pikiranmu bahwa aku menghentikan hidup karena perdebatan kita. Tidak Zee! Aku tak pernah membencimu. Zaman bin Lahabu. Tinggallah nama pada batu nisan itu yang bisa kau elus. Nama yang selalu ada di dalam pikiranmu.
Artikel yang sesuai:
“Hai Kak Man! Aku rindu,” katamu sambil meletakkan bunga yang kau bawa.
“Iya Zee, aku juga rindu,” balasku.
Kau akhirnya memberanikan diri untuk berbicara denganku. Meski tak satu pun balasan itu kau dengar, namun percayalah aku selalu ada.
Kau mulai menceritakan tentang sekolah. Meski sering bolos, tetap saja kelas dan omelan guru menjadi hal yang sangat aku rindukan. Apa lagi saat-saat menantimu di lorong sekolah. Itu menjadi bagian yang paling aku sukai.
Kau juga menceritakan tentang persahabatanmu. Aurel-sepupuku-baru saja merayakan kemenangannya dalam lomba tari. Aku tahu, itu sudah sangat lama menjadi cita-citanya dan akhirnya tercapai juga.
Kinan, ia berhasil mendapatkan nilai sempurna pada UAS semester ini. Aku juga sudah memperkirakan itu sebelumnya. Dia memang anak yang ambisius.
Dan, kau tiba pada cerita tentangmu. Tak banyak hal yang kau ceritakan padaku. Apa lagi tentang kita. Sebenarnya, aku telah membaca tulisanmu itu. Tulisan tentang kita yang kau akhiri dengan kata ‘tamat’.
“Apa benar kau telah melupakanku?”
Penulis: Zaskia Zahwa Tsamara