Aku mendengar suara pintu kamar yang terbuka, aku sangat yakin kalau itu adalah mama, aku masih saja berpura-pura tidak menyadari, anggap saja aku sedang merajuk.
Cerpen – Pentingnya Seseorang untuk Bersyukur by Fita Arofah
“Kakak.” Aku mematung setelah mendengar panggilan itu. Jadi, ternyata bukan mama melainkan Alfa, adikku.
Ya, aku terkejut karena biasanya Alfa tak pernah berbicara sepatah katapun padaku, aku pun begitu. Bukan karena penyakitnya, tapi rautnya yang begitu dingin padaku membuatku enggan untuk memulai pembicaraan.
Aku menoleh dan melihat wajah pucat Alfa. Aku tak menampik bahwa memang aku sangat menyayangi adikku, dan juga aku merasa kasihan kepadanya yang tak bisa hidup seperti anak-anak yang lain. Namun, aku juga kesal dengan Alfa karena dia yang membuatku kurang kasih sayang dari orang tuaku.
“Apa? Kau mau mengejekku karena hanya kau yang diperhatikan di rumah ini?” tanyaku dan dibalas gelengan lemah oleh Alfa.
Artikel yang sesuai:
“Bukan, hanya …. ” Alfa menggantungkan ucapannya. Sepertinya ia ragu untuk melanjutkan perkataannya.
“Hanya apa?” tanyaku lagi. Alfa belum menjawab dan malah duduk di kursi yang dekat dengan tempat tidurku.
“Kakak, apakah Kakak mengira kalau mama dan papa tak menyayangimu?” tanya Alfa dengan kaku. Begitu pula denganku yang juga sedikit canggung karena sudah lama tak berinteraksi dengan Alfa.
“Memangnya kenapa?”
Alfa menunduk. “Sebenarnya, mereka sangat menyayangimu. Mereka sering memperhatikanmu dan sering mencemaskanmu.”
“Mama selalu menyebut nama Kakak saat merawatku. Kata mama, Kakak itu anak yang hebat meski memiliki sebuah luka. Kakak adalah orang yang masih mau bertahan hidup di dunia yang memaksa Kakak untuk menyerah.” Aku mendengarkan penjelasan adikku dengan teliti.
“Kalau Kakak sering dibandingkan denganku, maka aku sering dibandingkan dengan Kakak,” lanjut Alfa.
“Kakak tau? Mereka saling membandingkan kita karena mama dan papa mau kita bersyukur. Mama selalu membandingkan Kakak denganku saat Kakak malas-malasan di sekolah, sedangkan aku dibandingkan dengan Kakak saat aku hampir menyerah dengan penyakitku. Mereka hanya mau kita mensyukuri apa yang kita miliki.”
“Kak …. ” Alfa menggenggam tanganku. “Aku tak pernah bicara pada Kakak karena aku berpikir bahwa kau tak menyukaiku, raut Kakak padaku selalu membuatku takut untuk menyapa Kakak, aku juga selalu berpikir Kakak membenciku, aku-”
“Pemikiran dari mana itu?” sela ku. Alfa terus menunduk dan tak berani mengangkat pandangannya.
“Aku sangat menyayangimu, tak peduli apakah kau mempunyai penyakit atau tidak, kau tetaplah adikku, aku tak mempunyai saudara selain dirimu. Mengapa kau berpikir kalau aku membencimu?” ucap ku dengan mata memerah. Sungguh, aku bahkan tak pernah berpikir seperti itu.
“Maaf,” jawab Alfa dengan lirih.
Aku merentangkan kedua tanganku. “Ayo, peluk kakak.” Alfa langsung memelukku dengan air mata yang sudah ia tahan sedari tadi. Aku juga ikut mengeluarkan air mata karena tak sanggup dengan semua fakta ini. Benar, ya, kata orang, penyelesaian masalah yang terbaik adalah saling terbuka.
Penulis: Fita Arofah