Pantaskah Menjadikan Nilai Kebhinnekaan Sebagai Alat Serang Politik?

Sebagai negara dengan populasi terbesar nomor 4 di dunia, Indonesia diisi oleh berbagai macam suku, kepercayaan dan adat istiadat. Sehingga keberagaman sudah menjadi kearifan lokal sejak sebelum negara ini ada.

Keberagaman itulah yang kelak menjadi nilai pedoman rakyat Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. Atau dalam artian umumnya “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.yang artinya masyarakat Indonesia bukan didominasi oleh satu kaum, suku atau agama, namun beragam. Dan itu adalah NKRI.

Meskipun didominasi oleh umat muslim, Indonesia tak pernah mekikrarkan menjadi negara muslim. Bahkan hal itu sudah difikirkan oleh bapak proklamator, Ir. Soekarno. Beliau tak akan menjadikan negara Indonesia sebagai negara muslim karena keberagaman ini. Bahkan sila ke 1 yang awalnya mengandung nilai islami diubah menjadi netral. Faktor utamanya adalah kebhinekaan.

Namun seiring waktu, nilai kebhinekaan seakan telah dilupakan. Lagi-lagi politik menjadi biang kerok. Demi sebuah jabatan para politikus rela mempermainkan kebhinekaan dan memonopoli masyarakat agar memilihnya.

Pertengahan 2016 menjadi pertempuran politik yang diklaim menggoyahkan kebhinekaan Indonesia. Gubernur aktif Jakarta saat itu terlibat kasus dugaan pelecehan agama. Dari sisi jurnalistik, dan dikaji secara seksama sebenarnya apa yang dilakukan Pak Ahok adalah kesalah fahaman belaka. Meskipun pada akhirnya Pak Ahok harus mengakui kekalahannya dan harus mendekam di penjara.

Namun karena saat itu adalah musim politik, kubu pesaing memanfaatkan momentum itu untuk melancarkan serangan. Nilai kebhinekaan pun menjadi korban. Karena ujaran kebencian yang terlanjur menyebar, banyak pihak yang akhirnya memojok Pak Ahok. Di situlah letak kedangkalan para politikus.

Para pejuang kemerdekaan berjuang sampai mengorbankan darah demi sebuah kesatuan dan mereka para politikus mencoba menghancurkannya demi sebuah kursi politik. Sangat ironi, mengingat hal itu sudah menyebar sampai manca negara. Betapa malunya pendahulu kita jika mengetahui hal ini.

Kebhinekaan yang seharusnya menjadi dasar tatanan negara harus dirusak demi kepentingan politik.

Strategi kotor inilah yang akan merusak bangsa jika terus dilakukan oleh para politikus. Sebagai negara yang beragam, seharusnya rasa toleransi antar umat menjadi sesuatu yang dijunjung tinggi. Tidak boleh ada unsur politik atau ujaran kebencian di dalamnya.

Fakta lain membuktikan bahwa suatu negara akan menjadi besar jika bisa menyatukan seluruh elemen rakyatnya. Termasuk keberagaman ini.

Seharusnya elit politik melihat keberagaman ini dari sisi produktif dari pada memanfaatkannya sebagai alat politik saja. Bisa menjadikan keberagaman sebagai alat kampanye misalkan. Seperti lebih meningkatkan nilai toleran antar umat beragama dan mengurangi gesekan antar suku yang sedang berseteru.

Hal itu lebih membangun dari pada harus memecah belah Indonesia demi jabatan belaka. Sehingga tatanan politik pun lebih fair dan jauh dari kata kotor. Dan kebhinekaan tetap menjadi nilai natural yang harus selalu dijaga bersama.

Karena kebhinekaan inilah yang akan membuat negara kita menjadi maju dan dikenal. Karena fakta lain membuktikan bahwa Indonesia adalah negera dengan suku dan kebudayaan terbanyak di dunia. Jika tidak dilestarikan bukan tak mungkin negara tetangga akan mengklaim dan lama kelamaan kebudayaan Indonesia jatuh ke negara lain.

Oleh karena itu, sebagai orang terpandang dan dijadikan panutan seharusnya elit politik jauh lebih menghargai kebhinekaan dari pada harus mempermainkannya. Kebhinekaan adalah kerangka negara dan harus diperhatikan setiap saat. Karena jika kerangka negara goyah maka negara itu juga akan goyah.

Menjadikan kebhinekaan sebagai ide kampanye akan lebih terhormat dari pada menjadikannya sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan politik. Demi sebuah bangku akankah rela mengorbankan masa depan Indonesia yang semakin suram.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *