Beberapa saat lalu PSI (Partai Solidaritas Indonesia) memberikan gelar hoax kepada kubu Prabowo dan Sandiaga Uno. Memang tak bisa kita kesampingkan, hoax adalah alat pemecah belah paling mudah dibuat dan sebarkan.
Apalagi di era yang serba mudah ini. Tinggal ketik berita bohong lalu sebarkan melalui media sosial. Sasarannya jelas, mereka yang kurang literasi bacaan dan kurang bisa mengkontrol diri terhadap berita yang baru ia baca. Berbagai kasus hoax beberapa saat lalu terjadi dan menyebar begitu mudah bukan hanya karena penyebarnya saja, melainkan masyarakat yang tidak sadar ikut membagikan hoax dengan share berita tersebut. Inilah yang harus dibenahi dari masyarakat Indonesia.
Dalam masa pemilu seperti ini, hoax sering terjadi untuk melawan tandingan politiknya. Berbagai hoax diciptakan sebagai alat pendongkrak elektabilitas. Apakah salah? Dilihat dari segi manapun hoax memang salah, tapi sebagai strategi politik sah-sah saja. Apalagi jika kesadaran masyarakat terhadap berita hoax bisa difahamkan.
Masalahnya, masyarakat Indonesia belum bisa menyaring mana berita hoax dan mana berita benar. Bahkan, parahnya lagi berita benar dianggap sebagai kebohongan, imbasnya adalah keresahan dan kebingungan publik terhadap informasi. Sehingga menimbulkan ketidak percayaan publik terhadap media, tentu hal itu akan mengarah ke pemerintahan yang sekarang (petahana).
Kenapa hal itu bisa terjadi? tak lain dan tak bukan adalah kurangnya daya serap masyarakat terhadap informasi benar. Pemberian informasi hoax secara terus menerus menimbulkan stigma bahwa setiap berita bisa dipercaya tanpa membaca sumber berita lain yang satu topik.
Kunci mengatasi masalah ini adalah membuka wawasan masyarakat tentang memperkaya bacaan. Bukan hanya dari satu sumber, namun berbagai sumber dengan sumber yang terpercaya. Seperti blog besar yang sudah lalu lalang di dunia media Indonesia, dan koran setiap pagi tentunya.
Memperkaya literasi baca memang menjadi kunci utama dalam menangkal hoax. Dengan banyaknya sumber bacaan yang telah kita baca, maka membandingkan lalu mencocokkan akan menjadi alamiah otak kita. Sehingga pengertian ambigu yang ditimbulkan website berita satu bisa dipecahkan di website berita lain.
Sayangnya, minat masyarat Indonesia masih terlalu minim untuk membaca. Dibuktikan hanya sebagian kecil masyarakat yang membaca artikel dengan judul memancing. Sehingga muncullah pengertian ambigu dan berujung hoax. Belum lagi mereka yang tidak tahu isi berita, hanya melihatnya dari judul lalu di share dengan caption provokatif. Inilah yang menjadi pemicu timbulnya hoax terus menyebar.
Sehingga, untuk mengatasi berita hoax yang semakin merajalela ini, kita, sebagai warga negara yang beretika hendaklah tidak membaca dari satu sumber bacaan. Melainkan lebih dari itu.
Selain itu, jangan terlalu mudah terprovokasi dengan berita yang belum tentu kebenarannya. Kita cek terlebih dahulu, lalu membenarkan jika memang berita itu benar, dan berani menyalahkan jika berita yang disebarkan hanyalah hoax. Kunci semua itu adalah, jangan sampai kita tertipu hanya dari judul dan satu artikel saja.
Baca dalam-dalam artikel tersebut, jika belum puas dan masih terasa ambigu, cari artikel serupa lalu temukan kejanggalanmu di sana. Semoga dengan ini kita sadar, hoax memang mudah dibuat, namun untuk mengatasinya sangat susah. Hoax memang mudah disebarkan, namun dampaknya terlalu besar untuk merusah sebuah negara.