Tamu Malam Ini
Semalam, ada yang bertamu padaku
Saat aku sedang gusar-gusarnya
Ia menamakan diri sebagai sepi
Namun, ia hanya singgah
Kemudian pergi
Sebelum ia beranjak, ia berbisik:
“Bintang-bintang itu bertaburan di langit,
Namun cahayanya berpendar di kedua matamu.”
—
Aku yang dibisik
Namun, bulan malam ketiga belas yang tersipu
Menyebabkan seluruh penghuni langit tahu
Bahwa aku sedang memikirkan kamu
—
Kemudian semesta bernyanyi
Riuh mendendangkan namamu
Sementara aku,
Sibuk menggubah syair ini
Yang setiap aksaranya kupetik dari namamu
Rimanya bernapas menggunakan senyummu
Dan setiap baitnya berasal dari suaramu
Nanti,
Saat sepi bertandang lagi
Akan kutitipkan puisi ini untukmu
Barangkali suatu saat nanti
Si sepi bertandang juga ke rumahmu*
—
Terjaga untuk Sebuah Nama
Kembali pada rasa yang tak mampu kupahami sendiri
Yang seringkali menggoda
Menggoda semua ingatan yang tersusun rapi di kepalaku
—
Tentang aksamu yang teduh nan dahayu
Yang acapkali menatapku dengan sorot mata yang tenang, dalam, dan menenggelamkan
Membuat seluruh yang ada di dalam hatiku
Menjadi gaduh tak karuan
—
Bibirku melengkung usai mengenangmu
Sementara pandanganku terlempar kepada semesta
Menyaksikan mentari yang terdayuh
Sebab, sekumpulan hitam perlahan menguasai nabastala
—
Kilat dan gemuruh mulai saling berkejaran
Bergandengan tangan menghiasi cakrawala
Sesekali kilat menunjukkan tariannya
Lalu gemuruh menyambutnya dengan tawa dan harsa
—
Duaaarrr!
—
Getarannya merambat hingga ke ruang kalbuku
Membangunkan rindu yang semalam lelap di dadaku
Kini ia pun terjaga
Dengan segala cemas yang masih menyelimutinya
—
Rinduku mencoba menatap luas kea lam semesta
Ia mendapati riuh rerintikan hujan yang jatuh bersusulan
Mendarat pada dedaunan yang pohonnya meliuk-liuk diterpa anila
Desirannya menyapu lembut wajahku
Dan perlahan memeluk tubuhku
—
Sementara si rindu,
Diam-diam mendesis namamu*
—
Aku Pulang, Ibu
Ibumu,
Ibumu,
Ibumu,
Kemudian ayahmu
—
Demikian Khotamul Anbiya bersabda
—
Dalam ruang yang remang
Pada kedua kaki yang renta
Di mana sebuah Surga bertumpu di sana
Aku bersimpuh bersimbah air mata
—
Sendu nan pilu mengaku,
atas kurangnya perhatian dan kebaktianku padamu
—
Atas nama membahagiakanmu
Ribuan tetes air mata, jarak, dan rindu yang acapkali menyesak di dada,
Menjadi taruhannya
—
Aku pulang, Ibu ….
Memikul segala apa yang tak mampu kutanggung sendiri
—
Di hadapanmu, Ibu
Segala beban itu luruh
Digantikan oleh riuh rindu yang bergemuruh
Dibasahi oleh derasnya rinai air mata
—
Kutatap wajahmu yang menua
Kudapati semburat cahaya pada mata yang malu-malu bersembunyi di kelopaknya
—
Kucium keningmu, Ibu
Lalu aku membisik, “Maafkan gadismu ini, Ibu. Yang pergi dengan garang, pulang membawa pilu.”*
—
Rindu Yang Bertuan
Kau tahu, apa yang lebih hangat
Dari secangkir kopi dan sinar mentari di pagi hari?
Ialah Rindu yang semalam menginap di dadaku
—
Setiap waktu,
Setiap mendengar sebuah lagu
Yang mengingatkan aku tentangmu
Rindu datang, tanpa diundang
—
Anehnya, aku menjamunya dengan suka cita
Dengan secangkir kopi yang paling aku sukai
—
Dalam hangatnya
Kubenamkan rindu dalam-dalam,
hingga ke dasar ampasnya
—
Jika rindu itu benar engkau yang mengutusnya
Aku ingin suatu hari nanti
Rindu datang bersama dirimu
Dalam satu ikatan yang suci
Di bawah ridho sang Ilahi
—
Agar akhirnya aku merasakan
Bagaimana rasanya
Rindu yang bertuan*
—
Nestapa Malam Ini
Malam ini
Aku berada di tempat di mana kau dan aku
pernah berlama duduk berdua
Tempat di mana rindu itu bermula
—
Sejak saat itu
Rindu terus berkembangbiak di dalam dadaku
Kadangkala ia tersenyum gembira
Namun,
Kadangkala ia penuh air mata
—
Entah mengapa,
Tiba-tiba hasratku membawa ragaku ke tempat ini
Aku baru menyadari ketika setiap sudutnya kupandang
Mengingatkanku segala tentang dirimu
—
Aku tak kuasa menahan air mata
Sekuat tenaga aku memalingkan dari bayang-bayangmu
Namun,
Sekuat itu pula bayanganmu semakin jelas di pelupuk mataku
—
Samar-samar di kepalaku terlintas sosok wanita pilihanmu
Melingkarkan kedua tangannya di tubuhmu
Lalu kau menatapnya dengan cinta sepenuh kalbu
Sementara aku
Sendu menahan pilu*
Beeeesssssstttttt