Cerpen – Tak Lagi Sama by Marni

Cerpen - Tak Lagi Sama by Marni

Mentari mulai hadir menemani kesibukan seorang wanita berwajah blasteran itu. Mimik wajahnya begitu datar. Mata dan pikirannya begitu fokus untuk menyelesaikan naskah novel untuk ia kirim segera ke salah satu Penerbit Indonesia yang menggetarkan dunia.

Secangkir kopi sebagai saksi bisu yang di mana selalu diacuhkan wanita itu. Ketokan pintu pun tak menyadarkan konsentrasinya. Hingga hadirlah suara bariton yang sudah lama tak menyelinap di atmanya.

Cerpen – Tak Lagi Sama by Marni

Raya Kamila. Seorang penulis terbaik di Indonesia hingga ke Thailand, selama lima tahun berturut-turut. Menurutnya, Literasi perlu ia kembangkan untuk memajukan generasi-generasi yang unggul. Bukan sekadar ingin terkenal saja, ia pun terus berusaha membuat cerita-cerita yang berwawasan tinggi untuk memengaruhi perkembangan anak zaman sekarang. Mempunyai manfaat untuk kehidupan orang lain adalah tujuan utamanya menjadi penulis.

Raya membeku. Seakan darahnya berhenti mengalir hingga hanya telinga yang terus bekerja untuk mendengarkan suara seseorang itu.

“Aku kembali, Raya,” ulang laki-laki berperawakan tinggi tersebut.

Bukan ia yang tak sopan karena telah berani masuk ke ruang seseorang yang pernah ia sakiti di masa lalu.

Raya memejamkan mata beberapa detik. Tangannya mengepal dengan napas yang tak teratur. Hatinya tiba-tiba ngilu. Daksa seakan luruh karena kedatangan seseorang di masa kelam.

Haruskah ia kembali mengenang masa kelam? Ia sudah tak pernah menyelam pada lautan skenario yang membuatnya rapuh itu. Tanpa berbalik badan pun ia begitu mengenal pemilik suara itu.

“Kenapa baru sekarang?” gumam Raya Frustrasi.

Laki-laki itu mulai melangkah mendekati singgasana Raya yang dikelilingi berbagai buku pengetahuan. Raya sadar akan hal tersebut lantas segera mengangkat tangan kirinya. “Berhenti di sana atau saya yang akan keluar dari sini.”

Raya berdiri tegap dengan bersedekap dada. Membelakangi laki-laki tersebut.

“Arga Saputra. Ada kepentingan apa Anda kembali?” Raya menyindirnya penuh penekanan di setiap kalimat.

Tinggalkan Komentar