Cerpen – Setelah Mati Suri by Alfina Fera Agustin

Cerpen Setelah Mati Suri

Gelap. Sesak. Pengap.

Itu yang aku rasakan saat ini. Seolah ada sesuatu yang menghalangi pernapasanku. Aku juga kesulitan menggerakan tangan dan kaki, rasanya seperti diikat. Sayup-sayup terdengar suara tangis orang-orang. Kenapa mereka menangis?

Cerpen – Setelah Mati Suri by Alfina Fera Agustin

Aku mencoba membuka mata. Sayangnya, hanya kegelapan yang terlihat. Apakah nenek lupa lagi membayar tagihan listrik seperti yang sudah-sudah? Maklum, beliau sudah tua. Samar-samar aku mulai melihat cahaya. Seiringan dengan itu, mataku bersitatap dengan wajah seseorang.

Meski tidak begitu jelas, aku tahu kalau pemilik mata sipit dan kulit putih itu adalah Abim. Aku merasa bersyukur karena dia menyingkirkan kain yang menutupi wajahku. Kacamataku juga tak ada. Entah siapa yang mengusiliku dan apa tujuannya. Aku tidak tahu.

Dalam penglihatan remang-remang, Abim menunjukku. Mulutnya memang tidak bersuara. Namun, wajah pucat pasinya cukup menjelaskan kalau ia tengah ketakutan.

Dia kenapa? Seperti habis melihat hantu saja.

“Kenapa Lo, Bim? Sawan?”

Aku menoleh mendengar suara Ajun. Ingin sekali aku menampar mulutnya yang kurang ajar itu. Dia kalau bicara memang suka seenak udel. Sekarang, laki-laki yang wajahnya tampak buram di mataku mendekat.

Segera aku menegakkan punggung. Berniat menanyakan kacamataku padanya, tetapi laki-laki yang suka mengoleksi mantan itu malah beringsut mundur.

“Di-Dipta … ma-mayatnya bangun!” Beberapa tetangga yang kukenal kontan terkejut. Tangisan yang tadi kudengar kini berganti menjadi jerit ketakutan.

“Mayatnya hidup lagi!” Salah satu dari mereka berteriak.

Tinggalkan Komentar