Bayangkan saat senja mulai menyapa pada hati yang beku, mungkinkah dengan cahayanya akan mencair. Menjadi aliran yang akan menuju pada tujuannya, entah lah. Tak ada yang tahu akhirnya. Hanya dapat menunggu waktu yang tepat.
Inilah yang aku rasakan, saat merasakan perasaan yang beku dan kaku. Tak dapat ku artikan apa maknanya. Yang pasti aku merasakan begitu bahagia mendengar namanya, merasa hanya mendengar suaranya di keramaian. Dan merasa bahwa dia akan bersamaku di masa depan nanti. Sudahlah, semakin aku memikirkan nya semakin aku berada diantara bunga-bunga, dan itu mustahil.
Aku memulai aktivitas pertama ku, yaitu pergi ke kampus. Mengingat hari ini aku harus menjemput salah satu sahabat ku. Dan aku harus segera pergi, jika tidak kita berdua akan terlambat dan tidak diizinkan untuk masuk ke dalam kelas.
“Assalamualaikum, Del udah siap?” ucap ku saat tiba di rumah Deli sahabat ku.
“Waalaikumussalam, masuk Ja” ucap Deli dan mempersilahkan aku masuk. “Aku udah siap kok, tinggal beresin buku aja” lanjutnya lagi.
Setelah itu kami berdua pergi ke kampus menggunakan motor kesayanganku, motor ku yang diberi nama si putih. Saat di perjalanan kami membicarakan banyak hal, hingga akhirnya membahas seseorang yang sedang mencoba mencairkan hati yang beku.
“Kamu masih memikirkan dia?” tanya Deli.
“Siapa?” Aku belik bertanya.
“Ya ampun Ja, jangan pura-pura lupa, Tofa. Kamu masih memikirkan dia?” Tanya Deli lebih jelas.
Aku sejenak terdiam, kemudian seulas senyum tergambar di sudut bibir ku.
“Jujur Del, tidak semudah mengatakan kata lupa. Aku tetap berusaha untuk terus menghilangkan dia. Tetapi, dia bukan sebuah goresan pensil yang mudah dihapus. Butuh waktu untuk melupakan dia” ucapku.
“Bagus deh kalau kamu ada usaha untuk melupakannya. Dan jangan mulai lagi deh kata-kata berat seorang penulis” ucap Deli sedikit bercanda.
Kami berdua tertawa kecil, dan tidak terasa ternyata kami telah tiba di kampus ekonomi. Dan seperti biasa salah satu sahabat kami telah menunggu di parkiran motor dekat musolah.
“Kalian lama banget” ucapnya menghampiri kami.
“Ya ampun Nia, matahari belum tenggelamkan?” tanya Deli pada Nia.
“Belum” jawab Nia polos.
“Kalau gitu, kamu nungguin kita juga engak seharian, jadi enggak lama dong” ucap Deli.