Banyak pasangan yang singgah di sana. Akan tetapi, kita tidak melakukannya. Kita lebih memilih duduk di bangku ini. Bangku yang terbuat dari sambungan-sambungan pipa besi, dan diteduhi bayangan gedung tinggi. Panjang dan lebarnya hanya cukup untuk kita berdua saja. Namun, itu membuatku merasa lebih nyaman.
Pernah kau mengajakku untuk turut serta dengan pasangan lain duduk di sana, tetapi aku menolak. Aku katakan bahwa aku tak mau seperti mereka, terjebak dalam cerita romantis yang cengeng.
Kau hanya mendengus tak suka. Tetapi kau mengikuti ketidaksukaanku. Dan kau pun kembali melingkarkan lengan halusmu pada pinggangku yang tak lagi ramping. Selalu seperti itu.
Cerpen – Sebuah Kisah Untuk Dilupakan by Latatu Nandemar
Kita selalu menyempatkan diri untuk mampir ke taman ini, meski hanya sebentar. Tak ada yang istimewa sesungguhnya. Tetapi ada hal lain yang membuat kau dan aku tak mau mencari tempat lain untuk menghabiskan sisa-sisa hari kita.
Pergi ke bioskop, misalnya. Atau pergi ke pusat perbelanjaan, yang di sana tak ada rumput yang mengganggu kakimu hingga gatal. Kita tidak melakukan itu. Kita lebih memilih taman yang tak indah ini.
Waktu terus berjalan, dan kita masih melakukan rutinitas yang sama. Aku terus membalas pelukmu yang tak pernah kucintai. Kau pun terus menikmati kebersamaan denganku.
Kita seolah tak menganggap kehadirannya yang belum lama ini menjadi kekasihmu. Kau katakan bahwa kau terpaksa menerima cintanya, karena aku tak pernah mau membalas cintamu.
Aku katakan cintailah dia. Balas cintanya. Itu lebih baik. Jangan mengharapkan sesuatu yang tak pasti dariku. Sementara waktu akan terus menggerus ketangguhanmu dalam menghadapi kesendirian.